REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik Suriah belum juga berhenti. Serangan bom tak jarang menyasar kepada fasilitas publik. Karena itu, bantuan berdatangan dari lembaga kemanusiaan. Hanya, Ustaz Bachtiar Nasir begitu menyayangkan, ada yang berpikir relawan yang pergi demi tugas kemanusiaan ke Suriah langsung dicap anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Dan lebih menyakitkan lagi setiap ada lembaga kemanusiaan yang ingin memberikan bantuan selalu dicap ISIS. Ini kekejaman lain terhadap lembaga kemanusian," kata Ustaz Bachtiar di Jakarta, Rabu (4/5).
Dia menjelaskan, Isu tersebut akan membuat sebagian masyarakat Indonesia takut memberikan bantuan. Ia menegaskan bahwa tidak ada kaitannya lembaga kemanusiaan yang ingin membantu rakyat Suriah dengan ISIS.
"Indonesia dan masyarakatnya berseberangan dengan ISIS. Tapi, jangan selalu dikaitkan, seringkali menghadapi situasi ini, baik ketika berangkat maupun di lokasi," ujarnya.
Adapun Lembaga kemanusiaan, Aksi Cepat Tanggap (ACT) kembali terpanggil mengirimkan Tim Sympathy of Solidarity (SOS) Syria gelombang ke tujuh, sejak krisis terjadi lima tahun silam. ACT akan menyalurkan bantuan awal sebesar Rp 1 miliar dalam bentuk pangan, obat-obatan serta kebutuhan darurat lainnya secara bertahap.
Presiden ACT Ahyudin mengatakan, lembaga kemanusiaan memang kerap dikaitkan dengan ISIS. Padahal, mereka hanya ingin memberikan sejumlah bantuan kepada rakyat disana. Dia pun meminta agar jangan ada yang mengaitkan keberangkatan timnya dengan kelompok militan ini.
"Sekali lagi, Suriah tidak boleh dipahami sekedar tempat teroris berada. Setiap orang yang berangkat ke Suriah adalah teroris, saya kira mohon diluruskan," ungkap Ahyudin.