REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang semakin dekatnya waktu pendaftaran Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017, isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) makin menggeliat. Isu SARA mulai mengemuka pada Pilgub DKI Jakarta 2012.
Direktur Eksekutif IndoStrategi Andar Nubowo menyayangkan mencuatnya kembali isu SARA. Padahal menurut dia, isu SARA di Pilgub 2012 tidak berkorelasi positif pada prevalensi politik saat itu.
"Jokowi yang terkena isu SARA justru memenangkan Pilgub itu," ujarnya dalam diskusi bertema 'Potensi Konflik Sosial Menjelang Pilkada DKI 2017' di Jakarta, Selasa (10/5).
Tak hanya di ajang Pilgub, isu SARA juga muncul saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Kala itu, Jokowi dicap sebagai keturunan Cina, komunis, dan lainnya. Lagi-lagi, isu tersebut tidak berkorelasi positif mengingat Jokowi kembali memenangkan pesta demokrasi rakyat tersebut.
Andar memperkirakan isu SARA tidak akan berhenti di Pilgub DKI 2017. "Malah semakin menggejala dan menggila," kata dia. Terbukti, saat ini di berbagai media sosial beredar berbagai diskusi yang mengeksploitasi soal isu SARA.
Politik identitas itu sangat membuat prihatin. Pasalnya, kata dia, munculnya tema identitas seperti Muslim, kafir, Cina, di ajang politik Tanah Air justru akan merobek kembali tenunan kebersamaan yang selama ini dirajut. Menurut Andar, politik identitas bersifat anomali dan berbarengan dengan Pilgub DKI.
Yang lebih memprihatinkan, ada pihak-pihak yang malah melakukan kapitalisasi terhadap politik identitas tersebut. Dia mencontohkan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) justru seringkali menikmati sasaran tembak isu sara dan malah menggunakannya untuk menyerang lawan. Ahok pernah melontarkan pernyataan, "meski saya kafir, saya tidak korupsi". Pernyataan ini bukannya meredam, sebaliknya semakin membuat panas kondisi perpolitikan menjelang Pilgub DKI 2017.