REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik The Political Literacy Institute Jakarta, Gun Gun Heryanto meminta agar pemerintah membiarkan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar dapat berjalan secara demokratis. Dengan begitu, akan dapat mengakhiri perpecahan internal partai pohon beringin tersebut.
Meskipun begitu, ia menilai kabar adanya dukungan Istana kepada salah satu calon ketua umum Golkar Setya Novanto melalui Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan hanya upaya tim sukses mantan ketua DPR tersebut untuk menarik dukungan para pemilik suara.
"Tak hanya itu, kabar adanya dukungan Istana kepada Setya juga bisa mencederai kredibilitas Presiden Jokowi di mata rakyat," kata dia, Rabu (11/5).
Pengamat politik Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menambahkan, Setya merupakan calon ketua umum yang menanggung beban moral paling berat. Karena selain sengkarut 'Papa Minta Saham', ia disebut-sebut terlibat dalam sejumlah kasus. Antara lain korupsi proyek PON di Riau dan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik. "Saya kira DPD I dan DPD II Golkar belum tentu mudah melupakan semua beban moral itu," kata Pangi.
Kurang dari sepekan pelaksanaan, Munaslub Golkar semakin panas. Ini dipicu kabar adanya dukungan Presiden Jokowi kepada salah satu calon ketua umum Setya melalui Luhut. Kabar tersebut beredar di kalangan internal partai berupa pesan singkat.
Pesan itu menyebutkan Luhut tegas-tegas mendukung mantan ketua DPR itu atas nama Presiden Jokowi. "LBP tegaskan dukungan ke SN atas nama Presiden. Dia pertaruhkan jabatan untuk itu," demikian bunyi pesan singkat itu.
Luhut memang dianggap dekat dengan Setya. Antara lain, dalam kasus rekaman lobi PT Freeport, Setya menyebut Luhut sebagai orang yang bisa digunakan untuk melobi presiden demi memperpanjang kontrak gergasi pertambangan asal Amerika Serikat itu di Indonesia. Dalam rekaman yang dikenal dengan kasus 'Papa Minta Saham' itu, Setya juga mencatut nama Presiden Jokowi.