Kamis 12 May 2016 01:21 WIB

Irwandi Yusuf Ceritakan Perkenalannya dengan Tersangka Pembangunan Dermaga

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Karta Raharja Ucu
Gubernur Aceh periode 2007-2012 Irwandi Yusuf meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (11/5).
Foto: Antara/ Akbar Nugroho Gumay
Gubernur Aceh periode 2007-2012 Irwandi Yusuf meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menjelaskan kepada penyidik KPK hubungannya dengan Bupati Bener Meriah, Ruslan Abdul Gani (RAG), tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan dermaga Sabang pada 2011. Termasuk perkenalan awal antara ia dan RAG hingga alasan menunjuk Ruslan Abdul Gani sebagai Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), sebelum menjabat sebagai Bupati Bener Meriah.

"Tentu aku kenal dia, sudah sejak lama, (diangkat sebagai Kepala BSKP) karena dia aku anggap orang mampu dan prestasinya bagus dan orang lurus," kata Irwandi usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/5).

Meski begitu, terkait proyek yang kemudian menjerat Ruslan dalam kapasitasnya sebagai Kepala BPKS, Irwandi mengaku tidak banyak tahu dan tidak berkaitan langsung dengannya. "Enggak tahu kalau itu," ungkapnya.

Ia juga mengaku tidak pernah turut campur, dan kapasitasnya sebagai Gubernur Aceh saat itu hanya bagian mengawasi saja. "Kalau tahu sudah kutendang," katanya.

Adapun pemeriksaan Irwandi oleh KPK hari ini sebagai untuk tersangka Ruslan Abdul Gani. "Iya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RAG," ucap Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati ketika dikonfirmasi, Rabu (11/5).

Ruslan Abdul Gani sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 4 Agustus 2015, dalam dugaan praktik mark up anggaran dan penunjukan langsung dalam proyek pembangunan Dermaga Sabang saat menjabat Kepala BPKS.

Kasus ini adalah pengembangan dari proses penyidikan sebelumnya, dimana negara dirugikan kurang lebih sebesar Rp 116 miliar. Atas perbuatannya, Ruslan disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1, juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Yakni bermula pada kasus sebelumnya yang telah menjerat Mantan Kepala PT Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Aceh yang menjadi Kuasa Nindya Sejati Joint Operation (JO) dalam proyek pembangunan dermaga Sabang, Heru Sulaksono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut Ramadhani Ismy.

Heru sudah divonis sembilan tahun penjara dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 12,6 miliar pada 1 Desember 2014 lalu karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan korupsi dan pencucian uang oleh majelis hakim tingkat pertama di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Dalam vonis tersebut, perbuatan Heru terbukti memperkaya diri Ruslan sejumlah Rp 100 juta. Proyek dermaga sabang ini dikerjakan oleh PT Nindya Karya bekerja sama (joint operation) dengan perusahaan lokal yaitu PT Tuah Sejati dengan Heru ditunjuk sebagai kuasa Nindya Sejati JO tapi proses pengadaan barang dan jasa pembangunan Dermaga Sabang dari 2004, 2006-2011 dilaksanakan tidak sesuai pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Dalam vonis tersebut hakim menyatakan pelelangan proyek terbukti diatur oleh PPK dan pihak Nindya Sejati JO berlangsung terus berlanjut dari tahun 2006-2011 yaitu dengan cara penunjukan langsung dengan alasan proyek tersebut satu kesatuan konstruksi.

Pada saat proses pengadaan, Heru dan sejumlah orang menggunakan harga perkiraan sendiri yang sudah digelembungkan harganya untuk dijadikan dasar pembuatan surat penawaran oleh Nindya Sejati JO. Heru selanjutnya mensubkontrakan pekerjaan utama kepada CV SAA Inti Karya Teknik pada 2006 dan untuk tahun 2007-2011 kepada PT Budi Perkasa Alam tanpa persetujuan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement