REPUBLIKA.CO.ID, CANNES -- Bagi sutradara film Prenjak, Wregas Bhanuteja, asal Yogyakarta berdiri bersama dengan sutradara dari berbagai negara seperti Perancis, Hungaria, Kanada dan Yunani di gedung Theater Miramar, Cannes dalam rangkaian festival film pendek, Cannes yang diputar Ahad sore tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Film Prenjak diputar bersama empat film singkat lainnya dari Perancis, L'enfance d'un Chef karya Antoine de Bary, film Limbo dari Yunani karya Konstantina Kotzamani dan Oh What a Wonderful Feeling dari Kanada olen Francois Jaros, film Le Soldat Vierge dari Perancis yang disutradarai Erwan Le Duc serta film dari Hungaria Superbia olen Luca Tth.
"Yes I came to Cannes for first time," ujar Wregas Bhanuteja saat ditanya pembawa acara di depan panggung sebelum pemutaran perdana Film Prenjak, diputar di Theatre Miramar, Cannes, selama dua hari 15 dan 16 Mei.
Lebih lanjut Wregas menyebutkan bahwa ia datang dari Jawa, "I came from Indonesia and I am bring my story from my city Yogyakarta."
The title of my film is Prenjak, In The Year of Monkey, ujar Wregas menambahkan bahwa memang Prenjak yang adalah nama burung tidak ada hubungannya dengan the year on monkey atau tahun monyet, hanya saja para pemain termasuk dirinya lahir pada tahun monyet menurut kalender Cina.
Selain itu tahun 2016 adalah tahun Monyet dan diharapkan akan membawa keberuntungan buat mereka. Film Prenjak yang hanya dibuat dalam dua hari itu berdurasi 12 menit.
Usai pemutaran film Prenjak, Wregas Bhanuteja mengakui bahwa ia tidak menyangka film yang dibuatnya bisa masuk dalam festival film Cannes, meskipun pada saat pendaftaran waktunya sudah sangat mepet.
Lega rasanya sudah primier di Cannes lagi meskipun ada rasa kekuatiran dan juga "deg-degkan", karena yang lihat banyak, mengenai tradisi Jawa apakah bisa diterima, ujar Wregas usai primier film Prendjak yang dihadiri sekitar 300 penonton itu pun banyak yang tertawa.
Film Prenjak ini awalnya terinspirasi dari fenomena yang ada di Yogya tahun 80-an, ada seorang gadis penjual korek api dan seorang perempuan bernama Diah yang butuh uang karena perekonomiannya terbatas.
Dia mencoba menawarkan ke teman sekerjanya, sekotak korek api. Satu batang korek api harganya Rp 10.000,-. Kalau mau, dia bisa melihat salah satu anggota tubuhnya. Karena dia nggak tahu mau ngapain lagi, dia jual korek api itu. Secara sederhana seperti itu.
Film Prenjak yang mengambil latar di Yogyakarta itu masuk dalam kategori "La Semaine de la Critique" dan akan diputar tiga kali di festival film tersebut.
Setelah diputar di Cannes, film tersebut akan diputar perdana di Indonesia pada Juni mendatang dan Wregas ingin karyanya bisa di putar di Yogyakarta.
Pada acara pemutaran perdana film Prenjak juga hadir Konjen RI di Marsaille, Dewi Kusumaastuti dan mengakui sangat bangga film Indonesia khususnya film pendek bisa masuk dan diputar di Festival Film Cannes. Hal ini menurutnya dapat mewakili perfilman Indonesia masa depan dan diharapkannya bisa membawa nama Indonesia di dunia internasional khususnya film.