REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kenaikan rata-rata upah nominan buruh tani secara nasional sebesar 0,36 persen ternyata tak berpengaruh pada pendapatan petani di Bali.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menunjukkan nilai tukar petani (NTP) pada April 2016 justru turun 0,04 persen dari 104,86 per Maret 2016 menjadi 104,81 per April 2016.
Subsektor tanaman pangan tercatat mengalami penurunan cukup besar mencapai 1,73 persen, dari 98,04 menjadi 96,34. Nilai di bawah 100 menunjukkan jumlah pendapatan petani tidak mampu mencukupi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan biaya produksinya.
Sepanjang April 2016, harga gabah di tujuh kabupaten di Bali di tingkat petani mengalami penurunan 7,66 persen dari Rp 4.401,26 per kilogram (kg) menjadi Rp 4.063,96 per kg.
Seorang petani di Tabanan, Ketut Nadi mengatakan turunnya harga jual salah satunya disebabkan petani menjual padinya yang akan dipanen dengan sistem tebas.
Sistem ini mendorong petani menyerahkan pekerjaan memanen dan mengangkut padi di sawah sekaligus ke pedagang padi. Ini karena jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian semakin sedikit.
Anak-anak petani yang diharapkan meneruskan usaha orang tuanya di bidang pertanian sawah lebih memilih bekerja di luar sektor pertanian. Profesi petani akhirnya menjadi profesi kedua sebab banyak petani yang beralih pekerjaan, misalnya menjadi tukang yang menjanjikan upah lebih besar.
"Harga padi di sawah dengan sistem tebas lebih murah dibandingkan padi yang dipanen petani sendiri," kata Nadi, Selasa (17/5).
Petani terpaksa memilih sistem tebas karena mereka tak perlu lagi mengeluarkan ongkos panen dan ongkos pengangkutan padi. Biaya terpisah yang harus mereka keluarkan untuk membayar penebas terbilang mahal karena tak banyak orang mau melakukan pekerjaan ini. Pedagang padi akhirnya mematok harga sesuka hati.
Bali memang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja cukup tinggi di sektor pertanian. Meski demikian, sektor pertanian masih berperan penting menyerap tenaga kerja.
Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian sekitar 511.861 orang atau 21,95 persen dari seluruh angkatan kerja di Bali. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor ini hingga Februari 2016 turun hingga 10,12 persen atau berkurang sebanyak 57.632 orang.
Kepala Bidang Pengkajian dan Pengembangan di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Agung Adiyasa mengatakan tahun ini Bali mendapat alokasi anggaran asuransi pertanian Rp 1,5 miliar untuk melindungi 11 ribu hektare (ha) lahan tanam padi. Tahun lalu Bali hanya mendapat alokasi anggaran untuk luasan lahan 6.087 ha.
"Sayangnya tahun lalu program (asuransi pertanian) ini belum dimanfaatkan optimal oleh petani sehingga baru terealisasi 145,46 ha atau dua persen saja," katanya.
Adiyasa optimistis program asuransi usaha tani padi di Bali tahun ini terlaksana lebih baik. Hingga saat ini pemerintah provinsi mencatat sekitar tujuh ribu ha lahan tanam padi yang terdaftar untuk mendapat bantuan asuransi.
Adiyasa berharap petani tak segan mengasuransikan tanaman padi mereka dengan penghubungi Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang tersebar di seluruh wilayah.
Petani sebaiknya mendaftarkan padinya ketika baru ditanam, khususnya untuk benih tabur yang langsung didaftarkan 30 hari setelah benihnya tumbuh.