REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sineas dan penulis skenario Salman Aristo bangga atas kemenangan film pendek Indonesia di Festival Film Cannes 2016. Karya berjudul Prenjak (In The Year of Monkey) itu menyabet penghargaan terbaik dalam La Semaine de la Critique ke-55 alias Pekan Kritik Internasional di Cannes, Prancis.
"Bangga sekali karena untuk pertama kalinya film pendek Indonesia menang di Semaine de la Critique," ungkap Salman yang menjadi salah satu delegasi Indonesia dalam Festival Film Cannes, Jumat (20/5).
Sineas 40 tahun berdarah Minang itu menilai daya tarik Prenjak (In The Year of Monkey) terletak pada pilihan temanya. Film besutan sutradara Wregas Bhanuteja tersebut bercerita tentang seorang perempuan Yogyakarta pada tahun 1980-an yang berusaha membebaskan diri dari belenggu keterbatasan ekonomi dengan cara agak kontroversial.
Salman percaya, pesan atau sesuatu yang ingin dibicarakan adalah hal utama dalam film. Pengemasan kisah, meski tak kalah penting, tidak akan berfaedah apabila pesan yang hendak dipaparkan tidak krusial.
Ia mengungkap, memang tema itu bukan hal baru karena ada film terdahulu yang pernah menghadirkannya. Film yang dimaksud Salman adalah Daun di Atas Bantal karya Garin Nugroho pada tahun 1998.
"Tapi Prenjak mengelaborasinya lebih jauh dan mengemasnya dengan bagus," kata penulis skenario film Ayat-Ayat Cinta itu.
Prenjak dianggap berhasil membawa topik yang bisa terasa kontroversial dengan cukup matang dan penuh sensitivitas. Alhasil, ucap Salman, film Prenjak tidak terasa sekadar gimmick yang asal berani.
Kejayaan Prenjak di Cannes diharapkan Salman akan memberikan semangat dan inspirasi terhadap para sineas muda dan perfilman Indonesia. Apalagi, sambutan para penonton saat pemutaran film berdurasi 12 menit 54 detik tersebut disebut Salman cukup bagus.
"Ada beberapa film maker dari negara lain yang langsung memberi selamat pada Wregas saat keluar gedung pemutaran," tutur Salman.