REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Pusat Kajian Politik dan Kebijakan Strategis, Ahmad Nasuhi mengatakan Partai Golkar harus cermat dalam memilih bakal calon gubernur (Cagub) yang akan diusung pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Sebab, Pilkada menjadi pertaruhan pertama Partai Golkar di bawah pimpinan ketua baru Setya Novanto.
"Sebagai partai modern, seperti yang sudah-sudah, Golkar punya mekanisme yang cukup selektif. Gak ujug-ujug dukung semau ketuanya," katanya, Ahad (22/5).
Pernyataan tersebut menanggapi sinyalmen dukungan Golkar yang mengarah ke calon petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Padahal, kata dia, sampai saat ini belum terlihat upaya partai beringin tersebut menjaring para calon.
"Masa nggak ada kader Golkar yang mau maju atau usung bakal calon lain selain Ahok, kan ada Yusril, Sandiaga Uno dan lain-lain," ujarnya.
Ia melanjutkan, apalagi Ahok sudah menegaskan diri maju lewat jalur independen. Maka, dukungan Golkar tidak banyak berguna, bahkan bisa jadi bumerang bagi partai sendiri.
"Yang begini ini deparpolisasi yang nyata," tegasnya.
Nasuhi mengingatkan bahwa sosok Basuki Tjahaja Purnama adalah kader Golkar yang membelot. Bahkan Ahok juga berani menanggalkan keanggotaan partai barunya yang telah berjasa mengantarnya ke jabatan seperti sekarang.
"Jadi gak ada merek partai di hati dan pikiran Ahok, percuma," ucapnya.
Sementara itu, politisi Partai Golkar Firman Soebagyo menyatakan tak setuju jika partainya mendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta dalam Pilgub DKI 2017. Sebab, Ahok saat ini sudah memutuskan untuk maju lewat jalur perseorangan. Ahok juga belum melakukan komunikasi dengan Golkar.
"Saya kira pimpinan parpol harus memikirkan ini. Seluruh partai pengusung dia kan dikecewakan. Enggak bisa setelah jadi (Gubernur) dia tidak bisa kompromi," ujar Firman.
"Gubernur DKI harus merepresentasikan ke-Indonesia-an. Gubernur itu orangnya harus wise. Tidak boleh meledak-ledak," tambah anggota Komisi IV DPR tersebut.