Selasa 31 May 2016 23:27 WIB

Pemboman Ikan di Berau Disebut Masih Marak

Nelayan menggunakan bom untuk mendapatkan ikan.
Foto: ANTARA
Nelayan menggunakan bom untuk mendapatkan ikan.

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Profauna, sebuah lembaga berjaringan internasional yang bergerak di bidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya, menemukan masih maraknya aktivitas pengeboman ikan di wilayah perairan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

"Dari hasil penelusuran kami, aktitivitas penangkapan ikan menggunakan bom, masih marak terjadi di wilayah perairan Kabupaten Berau, khususnya di kawasan Kecamatan Batu Putih," ujar Koordinator Profauna Borneo Bayu Sandi yang dihubungi dari Samarinda, Selasa (31/5).

Bahkan kata Bayu Sandi, pada periode Januari hingga Mei 2016, Profauna telah menemukan dua penyu hijau yang mati sebagai dampak pengeboman ikan tersebut.

"Pada Januari, kami menemukan satu penyu mati akibat pengeboman dan pada Maret 2016, kami kembali menemukan satu penyu yang juga mati akibat aktivitas pengeboman ikan. Keduanya, merupakan jenis penyu hijau," katanya.

"Aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom merupakan fenomena gunung es, sehingga tidak menutup kemungkinan, masih banyak penyu yang mati yang tidak ditemukan. Jadi kami berharap, ada upaya serius dari pihak-pihak terkait agar aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom dapat segera dihentikan," ujarnya.

Dari keterangan sejumlah nelayan lanjutnya, bahan pembuat bom ikan tersebut umumnya didatangkan dari Malaysia dan sebagian dari Pulau Sulawesi.

Selain dilakukan nelayan setempat, aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom tersebut tambahnya, juga dilakukan oleh nelayan dari luar Kaltim.

"Mereka biasanya berkelompok dan satu kelompok bisa sampai tiga hingga lima perahu. Bahkan, mereka juga membawa senjata api sehingga sangat berbahaya jika kami mencegah mereka. Dari penuturan beberapa nelayan yang pernah ikut menggunakan bom ikan, bahan bom jenis amonium nitrat itu ada yang didatangkan dari Malaysia ada juga bahannya yang didatatangkan dari Pulau Sulawesi," jelas Bayu Sandi.

Aktivitas pengeboman ikan tersebut katanya, sangat meresahkan nelayan tradisional setempat sebab hasil tangkapan mereka jauh menurun. Selain merusak ekosistem di laut, aktivitas pengeboman itu juga lanjut dia, sangat berbahaya bagi masyarakat sebab tidak sedikit warga menjadi korban akibat menggunakan bom ikan tersebut.

"Nelayan tradisional sudah mengeluhkan dampak penggunaan bom ikan itu bahkan mereka sudah melaporkan ke pihak-pihak terkait. Tetapi sejauh ini, kami belum melihat adanya penurunan aktivitas pengeboman ikan itu. Kami berharap, ada perhatian serius dari pemerintah sebab cara-cara tersebut tentu berdampak luas bagi lingkungan, khususnya ekosistem di laut termasuk sangat membahayakan jiwa masyarakat," katanya.

Profauna Borneo kata Bayu, juga terus berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak mengkonsumsi ikan dari hasil pengeboman tersebut.

"Bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan perikanan Kabupaten Berau serta Perkumpulan Konservasi Biota Laut Berau, kami terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya nelayan agar menggunakan alat tangkap ramah lingkungan dan memberikan pemahaman untuk tidak mengkonsumsi ikan hasil pengeboman," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement