REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DKI Jakarta menghadapi banjir rob yang sangat serius. Ancaman rob diprediksi semakin meningkat di masa mendatang.
Hal ini disebabkan adanya penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menurun tanpa bisa dikendalikan. Dari hasil pengukuran tahun 1925 hingga 2010, permukaan air laut Jakarta selalu naik setiap tahun. Kenaikannya rata-rata 0,5 sentimeter per tahun. Sebaliknya, laju penurunan muka tanah Jakarta mencapai 5 sentimeter hingga 12 sentimeter per tahun di sejumlah titik selama tiga dekade terakhir.
"Kondisi itu yang menyebabkan akumulasi permukaan air laut yang menggenangi tanah Jakarta jadi lebih tinggi," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Selasa (7/6).
Dari hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dijalankan selama 1982-2010 dengan teknologi survei sifat datar (leveling survey) dan menggunakan alat global positioning system serta radar (Insar), ditemukan penurunan muka tanah tersebar di sejumlah tempat di Jakarta. Penurunannya bervariasi 1-15 sentimeter per tahun. Bahkan, di beberapa lokasi terjadi penurunan 20-28 sentimeter per tahun.
Sutopo mengatakan, Kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, adalah salah satu kawasan yang mengalami penurunan muka tanah cukup besar. Selama tiga dekade ini, beberapa daerah di Pluit mengalami penurunan tanah 1,8 meter hingga 3 meter.
Penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah yang tidak terkendali membuat Jakarta Utara semakin rawan banjir rob. "Penurunan tanah di pantai utara Jakarta bukan sesuatu yang bersifat alamiah, tapi lebih disebabkan faktor pengaruh manusia, yaitu eksploitasi air tanah yang melebihi daya tampung dan daya dukungnya," kata Sutopo.
Pengambilan air tanah yang besar menyebabkan akuifer dalam tanah dan kempes, sehingga tanah ambles. Selain itu, kata Sutopo, ada faktor alami yaitu kenaikan muka air laut. Kombinasi antara turunnya tanah dan naiknya muka air laut itulah yang menyebabkan rob.