REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menyayangkan reaksi pemerintah dan sejumlah kelompok dalam menanggapi kasus penutupan rumah makan saat Ramadhan, di Serang, Banten.
Kelompok-kelompok ini menyebut tindakan yang dilakukan Satpol PP beberapa hari lalu dinilai arogan, dan tidak toleran terhadap masyarakat yang tidak menjalankan ibadah puasa. "Jangan tiba-tiba menyalahkan kebijakan warung dibatasi tutupnya (pada siang selama Ramadhan berarti), (dan menganggap) tidak toleran. Justru sangat toleran. Itu unik lho, eksotisme kultural," kata Dahnil dalam Twitter pribadinya, Rabu (16/5).
Ia menjelaskan, Indonesia memiliki bermacam keberagaman, sehingga jangan dipaksakan untuk menjadi sama dan serupa. Sebab, keberagaman tersebut merupakan kekuatan masing-masing daerah. Ia berharap, masyarakat dan pemerintah dapat mengasah kecerdasan kultural. Salah satunya, melihat aturan warung makan buka selama Ramadhan sebagai potensi eksotisme.
"Warung diatur jam bukanya, atau warung buka ditambahin dengan pesan-pesan penghormatan kepada yang berpuasa dan lain-lain. Itu kan bisa menjadi eksotisme kultural," tutur Dahnil.
Ia menyayangkan reaksi sejumlah media dan pemerintah pusat yang seolah-oleh menyalahkan eksotisme kultural yang belum dikapitalisasi itu. Ia mempertanyakan, kenapa masyarakat dan pemerintah tidak melihat potensi dibalik pemaknaan 'keberagaman' yang diterapkan masing-masing daerah. "Saya menyebutnya kapitalisasi eksotisme kultural," ujar Dahnil.