REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Bahdar Hamid mengatakan penemuan ratusan pak vaksin palsu untuk bayi oleh Bareskrim Mabes Polri membahayakan masyarakat. Pihaknya menduga ada jaringan besar produsen vaksin palsu di Indonesia.
"Meskipun bukan hal baru, temuan ratusan vaksin palsu kali ini membahayakan masyarakat. Kami sudah melakukan penelusuran sejak 2013 dan baru menemukan hilir produsen vaksin," ujar Bahdar ketika dihububungi Republika.co.id, Rabu (22/6).
Menurutnya penelurusan pada 2013 hingga 2015 menemukan produsen vaksin asal Aceh dan Tangerang. Temuan itu menunjukkan pembuatan dan peredaran vaksin palsu berada di daerah.
Sementara temuan vaksin palsu di sebuah apotek di kawasan Kramatjati, lanjut dia, mengindikasikan peredaran vaksin yang lebih meluas. Karena itu, BPOM menduga saat ada jaringan produsen vaksin palsu besar di Indonesia .
"Kami tengah bekerja sama dengan Bareskrim Polri untuk menelusuri produsen hulu. Dalam waktu dekat kami pun akan memaparkan informasi perihal peredaran vaksin palsu untuk bayi ini," katanya.
Pihak BPOM mengimbau masyarakat tidak sembarang membeli vaksin atau melakukan vaksinasi di lokasi tertentu. Bahdar menyarankan para orangtua melakukan vaksin untuk bayi di rumah sakit besar. Selain itu, orangtua pun harus mengkonfirmasi masa keaslian dan masa kadaluwarsa vaksin.
"Kami sudah berikan surat edaran kepada rumah sakit untuk mewaspadai vaksin palsu. Karena itu, harus dikonfirmasi lagi kepada dokter sebelum vaksin disuntikkan," ujarnya lagi.
Sebelumnya, penyidik dari Subdirektorat Industri Perdagangan (Subdit Indag) Bareskrim Polri membongkar praktek peredaran vaksin palsu untuk bayi pada Selasa (21/6). Vaksin palsu tersebut dijual di apotek ternama berinisial ARIS yang berada di kawasan Kramatjati, Jakarta Timur.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Kombes Agung Setya mengatakan hasil penggerebekan aparat mendapatkan sejumlah barang bukti. Yakni ratusan pak vaksin palsu berbagai jenis, antara lain campak, BCG, pentabio, tetanus, hingga hepatitis B.