Rabu 22 Jun 2016 21:12 WIB

Jelang Lebaran, Permintaan Keripik Belut Meningkat

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Winda Destiana Putri
keripik belut. Ilustrasi
Foto: Google
keripik belut. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Menjelang lebaran, permintaan olahan makanan khas Sleman meningkat, salah satu di antaranya adalah keripik belut.

Pemilik Pabrik Olahan Belut Citra Rasa, Warty mengatakan, setiap bulan ia biasa memproduksi keripik belut sebanyak 500 kuintal sampai satu ton.

Namun menjelang lebaran permintaannya bisa meningkat jadi dua sampai tiga ton.

"Kalau mendekati Idul Fitri saya bisa produksi satu ton keripik belut dalam dua hari," katanya, Rabu (22/6).

Menurutnya, selain sebagai bahan penganan rumahan dan hantaran oleh-oleh bagi pemudik, saat ini keripik belut kerap kali dijadikan sebagai isian parcel. Sehingga selama sepekan sebelum dan setelah lebaran permintaannya terus meningkat.

Sejauh ini Warty sendiri selalu bisa memenuhi permintaan para pelanggan. Namun kendala yang dihadapinya adalah bahan baku belut yang terkadang sulit dicari di saat-saat idul fitri. Bahkan 10 hari usai lebaran tidak ada kiriman belut segar ke tempnya. Maka itu ia pun harus menyetok persediaan belut segar di pabrik.

Saat ini Warty memperoleh belut segar dari luar daerah, seperti Jawa Timur dan Jawa Barat. Itu pun ia beli dengan harga yang agak lebih mahal. Di mana biasanya harga belut hanya Rp 30 ribu per kg, sekarang menjadi Rp 53 ribu per kg.

Kondisi ini tentu saja mempengaruhi harga keripik belut Citra Rasa. "Biasanya kita jual keripik Rp 105 ribu per kg. Sekarang karena bahan bakunya naik, harganya juga jadi Rp 130 per kg," kata Warty.

Tak jarang, demi memperoleh belut segar, Warty sering mencegat angkutan pembawa belut di tengah jalan saat melintasi Godean, Sleman. Itu pun harus dilakukan malam hari dengan jam kedatangan truk belut yang tidak pasti.

Terkait kendala ini, Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (DPPK) Sleman, Widi Sutikno mengakui, keberadaan belut di Sleman sudah sangat jarang. Pasalnya belut sulit berkembang di sawah-sawah yang menggunakan pestisida dan pupuk buatan.

"Sekarang di Sleman kan hampir semua sawah pakai pestisida dan pupuk kimia," kata Widi. Menurutnya kondisi inilah yang melatarbelakangi penyusutan belut di Sleman.

Maka itu ke depannya petani dianjurkan untuk bercocoktanam dengan sistem mina padi. Dengan metode tersebut petani tidak perlu lagi menggunakan pupuk kimia dan pestisida. Sehingga belut dengan sendirinya akan berkembang kembali di sawah-sawah para petani.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement