REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Para anggota parlemen Uni Eropa yang marah mendesak Inggris segera mengakhiri ketidakpastian yang melanda pasar Eropa dan global. Pada Selasa (28/6), mereka mengatakan jika berniat meninggalkan Uni Eropa, Inggris harus segera memulai prosesnya.
Perdana Menteri Inggris David Cameron akan memulai pembicaraan dengan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker, beberapa jam menjelang pertemuan puncak Uni Eropa. Cameron akan menjelaskan hasil referendum kepada parlemen Uni Eropa.
Sebelumnya Cameron mengatakan ia ingin pembicaraan informal mengenai apa yang akan terjadi sebelum itu terjadi. Namun, para pemimpin Eropa dan Juncker bersikeras tak akan memulai pembicaraan sampai Inggris memulai proses keluar yang akan memakan waktu dua tahun untuk bernegosiasi.
Juncker menyerukan Inggris memperjelas masa depan mereka. Ini disampaikan Juncker setelah Cameron menyatakan pembicaraan British Exit atau Brexit tak akan dilakukan sebelum Oktober.
"Saya ingin Inggris memperjelas posisinya. Tidak hari ini, tidak besok jam 09.00, tapi secepatnya. Kita tidak bisa membiarkan diri berlama-lama dalam ketidakpastian," kata Juncker kepada anggota parlemen Uni Eropa.
Juncker mengatakan ia melarang setiap komisioner kebijakan di bawah komandonya menggelar pembicaraan rahasia dengan Inggris terkait masa depan mereka sampai London memicu klausul keluar yang dikenal sebagai Pasal 50 yang menegosiasikan keluarnya Inggris.
"Tak ada notifikasi, tak ada negosiasi," katanya.
Pemimpin gerakan Brexit Nigel Farage mendesak Eropa memberikan Inggris kesepakatan perdagangan yang baik saat keluar. Sebab menurutnya sektor otomotif Jerman mungkin akan dipertaruhkan jika hal itu tak terjadi.
"Mengapa kita tak pragmatis, masuk akal, dewasa, wajar dan membuat kesepakatan bebas tarif masuk akal?" katanya.
Baca: Warga Inggris tak Lagi Percaya Badan Amal