Selasa 12 Jul 2016 15:15 WIB

Kemenkes Masih Dalami Sanksi Bagi Pengedar Vaksin Palsu

Rep: C36/ Red: Ilham
Vaksin palsu (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Vaksin palsu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih mendalami pemberian sanksi bagi rumah sakit atau tenaga kesehatan yang terlibat dalam peredaran vaksin palsu. Kemenkes tengah mendalami latar belakang peredaran vaksin palsu.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Oscar Primadi mengatakan, latar belakang peredaran vaksin palsu diduga dapat melibatkan korporasi atau oknum individu tertentu. "Kami masih menelusuri dan memastikan apakah peredaran vaksin palsu ini melibatkan korporasi atau individu. Jika memang terbukti terlibat, tentu ada sanksi yang diberikan," kata Oscar ketika dijumpai Republika.co.id di Kantor Kemenkes, Selasa (12/7).

Adapun sanksi bagi individu dapat berupa sanksi etik, sanksi disiplin dan sanksi pidana. Sanksi pidana merupakan sanksi tertinggi yang akan diberikan kepada individu tenaga kesehatan jika terbukti melakukan peredaran vaksin palsu.

Sementara itu, untuk fasilitas kesehatan, sanksi dapat berupa teguran dan sanksi pencabutan izin operasional. "Pencabutan izin operasional ini merupakan sanksi tertinggi ketika rumah sakit terbukti terlibat dalam peredaran vaksin palsu," kata Oscar.

Berdasarkan paparan oleh Kemenkes, BPOM dan Bareskrim Polri pada Selasa, tercatat ada 37 fasilitas pelayanan kesehatan di sembilan provinsi yang mendapatkan vaksin dari sumber tidak resmi. Data tersebut ditarik dari 39 jenis sampel yang didalami BPOM.

Hasil dari uji 39 sampel menunjukkan adanya empat sampel dengan isi tidak sesuai (palsu) dan satu vaksin diduga palsu karena label yang tidak sesuai. Selain itu, BPOM juga melakukan pengujian terhadap 15 sampel hasil sitaan Bareskrim Polri.

Dari hasil uji, ditemukam lima produk vaksin yang kandungannya palsu, satu produk vaksin yang kadarnya tidak sesuai, dan satu produk vaksin yang labelnya tidak sesuai.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement