Kamis 14 Jul 2016 17:57 WIB

Tidak Produktif, Kemenristekdikti Siap Cabut Tunjangan Guru Besar

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Winda Destiana Putri
Kemenristekdikti
Kemenristekdikti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengingatkan terhadap kinerja 5109 guru besar di seluruh Indonesia.

Direktur Jenderal Sumber Daya, IPTEK dan Dikti, Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti menegaskan, pemerintah tidak segan-segan mencabut tunjangan kehormatan guru besar bagi yang tidak produktif.

"Untuk profesor kalau sampai akhir 2017 tidak produktif, akan diberhentikan tunjangan guru besarnya," kata pria yang biasa disapa Ghufron ini kepada wartawan di Gedung D Dikti, Senayan, Jakarta, Kamis (14/7).

Besaran tunjangan kehormatan guru besar sendiri adalah dua kali dari gaji pokok. Ghufron menjelaskan, tidak produktif di sini berarti tak menghasilkan jurnal bertaraf internasional sama sekali.

Padahal, lanjut dia, setidaknya satu profesor diharapkan bisa menghasilkan  satu jurnal bertaraf internasional per tahunnya.

Sejauh ini Kemenristekdikti belum bisa menginformasikan jumlah guru besar yang tidak produktif. Menurut Ghufron, pihaknya masih dalam proses evaluasi terkait ini. Namun peringatan ini sudah diedarkan pemerintah ke seluruh universitas beberapa waktu lalu.

Ghufron membandingkan cara profesor luar negeri dengan Indonesia dalam menjalankan penelitian. Menurut dia, guru besar di sana bisa membawa banyak penelitian dari berbagai lembaga dan institusi. Pengerjaan ini pun dibantu oleh mahasiswa asuhannya sebagai bagian pembelajaran dan mendapatkan gaji.

"Indonesia gak begitu, mahasiswa cari penelitian sendiri-sendiri. Profesornya gak nyari. Meski begitu, masih ada juga profesor yang sudah berkelas," tambahnya.

Selain itu, dia juga menerangkan, hampir 70 sampai 90 persen dari 280 ribuan dosen di Indonesia bermimpi kariernya bisa menduduki jabatan struktural.

"Seperti dari kepala jurusan, wakil dekan, dekan, wakil rektor hingga jadi rektor," ujarnya. Bahkan, lebih dari 53 persen dosen di beberapa universitas memegang jabatan struktural.

Berdasarkan data tersebut, Ghufron menilai, para dosen pun pada akhirnya kurang produktif menjalankan tugasnya. Mereka lebih nampak ‘tertidur’ dan fokus dalam memimpikan jabatan struktural. Untuk itu, dia berharap martabat dosen bisa kembali sesuai dengan yang ditetapkan demi Indonesia lebih maju.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement