REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, mengatakan tersangka kasus vaksin palsu terancam mendapatkan hukuman maksimal. Para tersangka tersangka berpeluang dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Ancaman hukumannya di atas 10 tahun penjara.
"Pelaku yang secara aktif maupun pasif mengelola vaksin ini nantinya berpeluang dikenai pasal pokok, yakni UU Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen. Selain itu, sanksi juga dapat diakumulasi dengan pasal tambahan dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang," ujar Agung usai diskusi 'Jalur Hitam Vaksin Palsu' di Cikini, Jakarta, Sabtu (16/7).
Adapun ancaman maksimal masa hukuman dalam pasal pokok adalah 15 tahun penjara untuk UU Kesehatan dan lima tahun penjara untuk UU Perlindungan Konsumen. Ancaman hukuman maksimal dalam pasal tindak pidana pencucian uang adalah 20 tahun penjara.
Menurut Agung, saat ini pihaknya telah menangkap 23 orang tersangka kasus vaksin. Masing-masing peran tersangka yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka) dan dokter (tiga tersangka).
Dari salah satu distributor, lanjut dia, pihaknya telah berhasil membongkar nilai transaksi mencapai Rp 11 miliar. Transaksi ini terindikasi kuat sebagai tindak pidana pencucian uang. "Aliran dana mengarah kepada distributor lain, penggun vaksin dan tenaga penduking lainnya," ujarnya Agung.