Senin 18 Jul 2016 16:12 WIB

IDI Sebut Ada Grand Design di Balik Fenomena Vaksin Palsu

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Bayu Hermawan
 Ketua Persatuan Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ilham Oetama Marsis (kiri) bersama Sekjen PB IDI Adib Khumaidi, (kanan) menunjukan surat pernyataan sikap saat menggelar konferensi pers di Kantor IDI, Jakarta, Senin (18/7).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Persatuan Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ilham Oetama Marsis (kiri) bersama Sekjen PB IDI Adib Khumaidi, (kanan) menunjukan surat pernyataan sikap saat menggelar konferensi pers di Kantor IDI, Jakarta, Senin (18/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof Ilham Oetama Marsis mengatakan profesi dokter dan pihak rumah sakit menjadi korban dalam kasus produksi dan peredaran vaksin palsu.

Marsis menegaskan, penanganan vaksin palsu sejauh ini justru membuat para dokter resah, terutama setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis 14 rumah sakit yang menggunakan vaksin ilegal. Ditambah lagi, ketika Bareskrim Polri menetapkan tiga dokter sebagai tersangka.

Ia menilai ada kesengajaan dari pihak tertentu untuk menerapkan grand design yang bertujuan menipiskan kepercayaan publik akan kinerja dokter dan rumah sakit Indonesia.

Meskipun tak menyebut pihak mana yang ia maksud, Marsis menghubungkannya dengan globalisasi, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) serta cakupan jaminan kesehatan semesta yang ditargetkan pada 2019 nanti.

"Marilah kita sama-sama mencari tahu siapa di balik grand design. Tujuannya menghilangkan kepercayaan kepada dokter-dokter Indonesia. Suatu desain yang saya melihat mulai sekitar tahun 2013 lalu. Dimulai dengan intervensi (atas) pelayanan kesehatan Indonesia (dan) dunia pendidikan kedokteran di Indonesia," jelasnya, Senin (18/7).

Menurut dia, globalisasi membuat persaingan kian ketat di dunia pelayanan kesehatan. Dokter asing maupun investor asing bisa dengan cukup mudah beroperasi di dalam negeri.

Sehingga, warga negara asing berkompetisi dengan tenaga kesehatan dan rumah sakit milik Indonesia. Marsis menegaskan, jangan sampai dokter Indonesia justru dijauhi konsumen di Tanah Air sendiri.

"Kami berharap jangan yang ditangkap hanya dokter-dokter atau bidan-bidan atau susternya, tapi (kepolisian) harus (mencari) siapa di belakang ini (fenomena vaksin palsu--Red)," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement