REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Gorontalo mengatakan bahwa daerah tersebut bebas dari peredaran vaksin palsu, seperti marak diberitakan saat ini. Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo Nur Albar, Sabtu (23/7) mengatakan, sejak terkuak kasus vaksin palsu, Pemerintah Kota Gorontalo telah melakukan langkah-langkah terkait peredaran vaksin
palsu di daerah itu.
"Kami melakuan koordinasi dengan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Gorontalo untuk bersama-sama melakukan pengawasan vaksin," ucapnya.
Nur Albar menjelaskan bahwa, vaksin yang digunakan oleh rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah termasuk Puskesmas, dijamin merupakan vaksin resmi, yang merupakan pengadaan dari Kementerian Kesehatan. "Yang menjadi kekhawatiran kami adalah vaksin yang dimanfaatkan atau dipakai oleh dokter anak swasta di Kota Gorontalo, dan kami telah melakukan kunjungan dan ternyata vaksin yang digunakan adalah vaksin resmi," ungkapnya.
Ia menambahkan, semua vaksin yang diberikan kepada anak di Kota Gorontalo adalah vaksin resmi dari Bio Farma yang didapat dari distributor resmi. Sementara itu, Ketua IDAI Cabang Sulawesi Utara DR dr Rocky Wilar SPAK yang membawahi dokter anak di Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara mengimbau kepada seluruh anggota IDAI untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat.
"Jika ada keluhan dari masyarakat terkait vaksin palsu, segera ke dokter anak dan kami akan tindaklanjuti dan lakukan pendampingan," ujarnya.
Untuk anggota IDAI di Provinsi Sulut semuanya berjumlah 75 orang dokter dan untuk Gorontalo ada 11 dokter anak.
Sementara itu, dokter spesialis anak Hesty Lestari SPAK mengatakan, efek dari vaksin palsu tergantung dari isinya.
"Dari yang selama ini telah diketahui, isinya secara langsung tidak membahayakan, tapi karena orang tua mengharapkan anaknya mendapatkan kekebalan, itulah yang tidak tercapai," jelasnya.
Dia melanjutkan, secara tidak langsung pembelian vaksin palsu pada anak sangat merugikan karena anak tidak memiliki kekebalan yang telah diupayakan dari vaksin. "Efek langsung yang dapat dirasakan adalah, apabila pembuatan vaksin palsu tersebut tidak steril, sehingga pada saat penyuntikan, anak bisa terkena kuman dari vaksin palsu tersebut," katanya.