Rabu 27 Jul 2016 04:00 WIB

Turki Tegur Uni Eropa

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Bilal Ramadhan
Seorang pendukung Partai Rakyat Republik (CHP) Turki melambaikan tangan saat kampanye demokrasi di Taksim Square, Istanbul, Ahad, 24 Juli 2016.
Foto: AP Photo/Petros Karadjias
Seorang pendukung Partai Rakyat Republik (CHP) Turki melambaikan tangan saat kampanye demokrasi di Taksim Square, Istanbul, Ahad, 24 Juli 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menganggap Uni Eropa tidak tulus dengan janji bantuannya terhadap pengungsi Suriah di Turki. Hal ini memunculkan kekhawatiran tentang kesepakatan Uni Eropa-Turki Maret lalu setelah kekacauan di Turki usai kudeta gagal pada 15 Juli.

"Para pemimpin Eropa tidak tulus," keluh Erdogan dalam sebuah wawancara dengan televisi Jerman ARD dilansir BBC News, Selasa (26/7).

Ia melanjutkan, dari janji akan memberikan 3 miliar euro, Uni Eropa baru membayar sekitar 1 juta-2 juta euro. Turki menjadi tuan rumah bagi sekitar 2,7 juta pengungsi Suriah dan Turki telah mengeluarkan hampir 11 miliar euro.

"Turki berdiri dengan komitmennya berkenaan dengan pengungsi," katanya.

Sebelum kesepakatan Maret, Yunani kewalahan oleh kehadiran migran dan pengungsi yang tiba dengan perahu dari Turki. Tapi, karena kesepakatan antara UE-Turki, jumlah migran yang melintas Aegea ke Yunani dari Turki menurun drastis.

Kesepakatan tersebut mengharuskan Turki untuk mengambil kembali pengungsi Suriah dan migran lainnya yang dicegar di lepas pulau-pulau Yunani.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Uni Eropa juga menjanjikan bebas visa wisata untuk Turki ke zona Schengen. Zona tersebut merupakan area pergerakan gratis yang meliputi sebagian besar Eropa. Kesepakatan itu juga menjadi dorongan dalam negosiasi keanggotaan Turki di Uni Eropa.

"Kami tetap pada janji kami. Tapi sudahkah Eropa memenuhi janji mereka?" tanya Erdogan, mengacu pada kesepakatan bebas visa.

Di Moskow, ada kemajuan dalam peningkatkan hubungan Rusia-Turki setelah berbulan-bulan ketegangan pahit atas konflik Suriah. Wakil Perdana Menteri Rusia Arkady Dvorkovich dan rekannya dari Turki Mehmet Simsek membahas melanjutkan hubungan ekonomi, terutama pengurangan sanksi perdagangan Rusia.

Dvorkovich mengatakan, para pejabat Rusia dan Turki akan membahas pencabutan larangan impor makanan. Larangan tersebut dilakukan setelah Turki menembak jatuh pesawat Rusia dekat perbatasan Suriah November lalu.

Kedua negara juga meninjau dimulainya kembali proyek pipa gas TurkStream, Selasa (26/7). Dvokovich menambahkan, dimulainya kembali penerbangan charter antara kedua negara 'akan memakan waktu'.

Erdogan diperkirakan akan bertemua Presiden Rusia Vladimir Putin di St. Petersburg pada 9 Agustus. "Ini akan menjadi pertemuan pertama mereka sejak Turki menjatuhkan jet militer Rusia Su-24 di perbatasan Suriah-Turki November lalu," kata Simsek.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement