REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ummul Banin binti Abdul aziz bin Marwan bin Hakam berasal dari keluarga khalifah. Ia adalah saudara perempuan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ibunya bernama Laila binti Suhail bin Handzalah bin Thufail.
Dia menikah dengan anak pamannya, al-Walid bin Abdul Malik. Kemudahan hidup yang ia dapatkan dalam keluarga tak membuatnya lalai dalam beribadah. Ia dan suaminya membiasakan khatam Alquran setiap tiga hari sekali. Mereka dikaruniai tiga anak.
Ummul Banin juga dikenal sebagai perempuan dermawan. Setiap hari Jumat, ia memerdekakan budak. Di hari yang sama, ia pergi berjuang di jalan dengan kudanya. Ia berkumpul dengan perempuan-perempuan ahli ibadah dan berbicara dengan mereka.
Ia juga tak pernah menyimpan harta terlalu lama. Ia rajin berinfak di jalan Allah. Ia pernah berkata, "Orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil pada dirinya sendiri dengan surga."
Pada waktu yang lain, ia juga berkata, "Setiap manusia dijadikan memiliki satu kegemaran pada sesuatu dan kegemaranku adalah memberi dan berbagi. Demi Allah, memberi, menyambung silaturahim, dan berhubungan dengan Allah lebih aku sukai daripada makanan yang lezat di saat lapar dan minuman yang dingin di saat haus. Bukankah kebaikan diperoleh dengan usaha?"
Seperti para pahlawan Muslimah lain, Ummul Banin sangat rajin mencari ilmu. Ia banyak belajar dari para ulama dan tabiin untuk mendalami ilmu fikih. Luasnya pengetahuan dan kekhusyukan dalam ibadah membuat dia tumbuh menjadi perempuan yang takut kepada Allah.
Dalam buku 150 Perempuan Shalihah disebutkan, pada suatu hari Ummul Banin bertemu dengan Katsir, suami Izzah binti Jamil. Lelaki itu berkata kepadanya, "Semua yang memiliki utang telah membayar utangnya sehingga dia terhindar dari orang yang memberi utang. Adapun Izzah menunda-nunda dan membuat susah orang yang memberi utang."
Ketika bertemu dengan Izzah, ia bertanya apa maksud perkataan Katsir. Bukannya menjawab, Izzah justru meminta maaf kepadanya. "Engkau harus mengatakan kepadaku," kata Ummul Banin.
Izzah pun menjelaskan duduk perkara yang ia risaukan. "Aku menjanjikan suamiku satu ciuman. Dia mendatangiku, lalu aku merasa tidak senang dan tidak bisa memenuhi janjiku padanya." Ummul Banin mengatakan, "Tunaikanlah janjimu padanya. Biar aku yang menanggung dosanya."
Tak diceritakan apakah nasihat itu benar-benar dilakukan oleh Izzah. Namun, belakangan Ummul Banin menyadari kesalahannya. Bahwa seseorang tak bisa menanggung dosa pribadi orang lain. Ia bertobat dan meminta ampun kepada Allah SWT. Ia juga membebaskan empat puluh budak karena kata-katanya itu.
Ummul Banin menangis hingga kerudungnya basah setiap kali teringat kejadian itu. "Kalau saja lidah ini kelu ketika aku mengatakannya," sesalnya.
Seperti saudaranya, Ummul Banin juga dikenal sebagai pribadi yang tegas. Sorot matanya tajam membuat orang segan. Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, pria yang dikenal sangat keji, pun tunduk kepadanya. Suatu hari ia memanggil Hajjaj dan mengungkap semua kejahatannya. Ia terbukti membunuh orang-orang saleh. Hajjaj pun tak berkutik dengan argumen-argumen putri istana yang dermawan itu.