REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengelak jika disebut kepala daerah yang tak taat undang-undang. Menurutnya, langkah untuk uji materiil UU Pilkada ke Mahkamah Konsitusi (MK) merupakan hak konstitusi.
Ia mengaku ingin mengetahui pengaturan cuti kampanye yang diatur dalam UU Pilkada bertentangan atau tidak dengan konstitusi.
"Saya melaksanakan konstitusi, di konstitusi disebutkan orang yang bisa melakukan judicial review orang yang berkaitan secara langsung. Kalau aturan untuk petahana yang bisa menguji harus petahana. Saya dukung petahana harus cuti, tapi maksud saya harus ada satu tafsiran yang sama, yang bisa menjembatani MK," katanya di Balai Kota, Kamis (4/8).
Ahok merasa sudah disumpah menyelesaikan masa jabatan. Sehingga ia tak ingin berkampanye di tengah masa jabatannya. Apalagi dalam waktu dekat akan disusun RAPBD 2017 yang harus diawasi ketat.
"Boleh gak saya gunakan hak saya untuk tidak cuti? Bisa gak Mendagri paksa saya cuti? Saya dijamin UU. Saya bekerja untuk 60 bulan bekerja dari Wagub dan Gubernur," ujarnya.
Ia berharap uji materilnya dapat segera diproses karena waktu yang tersisa tak banyak. "Saya harap MK segera memanggil untuk proses ini karena 19 September sudah pendaftaran, Oktober sudah cuti hampir empat bulan," ucapnya.
Di sisi lain, jika uji materil Ahok dimentahkan MK, maka nantinya Kemendagri yang mengambil alih pemerintahan DKI ketika Ahok berkampanye. Ahok sendiri merasa khawatir mengenai kejujuran PNS Kemendagri.
"Ini masa susun anggaran, siapa yang jamin PNS dari Mendagri itu jujur?" tanyanya.