REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Presiden Joko Widodo diminta untuk membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti pernyataan mendiang terpidana mati Freddy Budiman yang mengungkap keterlibatan oknum aparat dalam peredaran narkoba.
"Di Mabes (Polri) ada tim. Di BNN, TNI juga ada tim. Saya usulkan Presiden untuk turun tangan (bentuk tim) sehingga tim di masing-masing institusi bisa bekerja, bersinergi dengan tim dari presiden," kata Koordinator Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar di Jakarta, Rabu (10/8).
Menurutnya, informasi dari Freddy tidak cukup hanya ditindaklanjuti oleh tim independen bentukan Polri, BNN maupun TNI yang bertugas mengklarifikasi kebenaran artikel yang bertajuk 'Cerita Busuk Dari Seorang Bandit' yang ditulis oleh Haris.
"Responnya (respon aparat) berbasis klarifikasi. Ada tim Mabes Polri, TNI dan BNN. Ini tiga (institusi) yang disebut dalam tulisan saya, padahal yang harus dilihat bukan cari orangnya, tapi reaksi buat internal," katanya.
Haris berpendapat akan lebih baik bila Presiden membentuk tim khusus untuk membongkar seluruh keterlibatan aparat dalam mafia Narkoba. Ia menginginkan keterangan dari mendiang Freddy sebagai sebuah kesempatan untuk melakukan reformasi terhadap institusi penegakan hukum dan menindak para oknum yang terlibat di dalamnya.
Polri telah membentuk tim independen guna menelisik kebenaran informasi dalam artikel Cerita Busuk Dari Seorang Bandit. Artikel ini dibuat oleh Haris yang diduga berdasarkan hasil wawancaranya dengan terpidana mati Freddy Budiman di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada 2014.
Tim yang diketuai oleh Inspektur Pengawasan Umum Polri Komjen Dwi Priyatno ini beranggotakan Ketua SETARA Institute Hendardi, anggota Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti dan pakar komunikasi dari Universitas Indonesia Effendi Gazali.
Tim ini bertugas mengusut kebenaran informasi Freddy yang diduga pernah memberi upeti Rp450 miliar kepada oknum anggota Badan Narkotika Nasional (BNN), Rp90 miliar kepada oknum polisi.