Senin 22 Aug 2016 20:30 WIB

Kebijakan Pemerintah Ini Dituding sebagai 'Titipan' Pengusaha Taksi Bermodal Besar

Rep: c 39/ Red: M Akbar
Taksi uber
Foto: abc news
Taksi uber

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas supir taksi daring (online) untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) melayangkan kritik atas diterbitkannya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 32 Tahun 2016. Mereka meminta supaya kebijakan tersebut dicabut karena peraturan tersebut dinilai sebagai titipan dari pengusaha besar.

"Kita menolak Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 karena kebijakan tersebut menjadi titipan pengusaha-pengusaha besar. Waktu itu, kartel atau apapun namanya, (kebijakan) itu nantinya akan mematikan driver individual seperti kita," kata advokat taksi daring, Andriyawal Simanjuntak, di Senayan, Jakarta, Senin (22/8).

Dalam kesempatan itu, komunitas supir taksi daring menyampaikan pula delapan tuntutan terkait kebijakan permenhub tersebut.

1. Dalam membuat Permenhub No 32 Tahun 2016, pemerintah tidak pernah mengikut sertakan kami selaku sopir (mitra) dari transportasi daring. Permenhub No.32 Tahun 2016 tersebut jelas kebijakan "titipan" pengusaha besar, yakni kaum pemilik modal yang akan mematikan kami sebagai sopir individual dan membuktikan pemerintah tidak berpihak kepada rakyat kecil yang membutuhkan pekerjaan halal serta masyarakat Jakarta yang membutuhkan moda transportasi yang murah, nyaman dan aman. Bahwa pemerintah hanya perduli terhadap pada kepentingan-kepentingan pemilik modal dan tidak terhadap rakyatnya

2. Kami menolak Permenhub No. 32 Tahun 2016 untuk melakukan KIR karena kendaraan kami bukanlah angkutan umum. Apabila kami dipaksakan untuk melaksanakan KIR, maka kami yang akan dirugikan karena asuransi (pribadi) terhadap kendaraan kami akan batal demi hukum karena dipergunakan layaknya angkutan umum.

3. Kami menolak untuk menggunakan Surat ijin Mengemudi (SIM) A Umum dikarenakan kendaraan kami bukanlah kendaraan berplat kuning ataupun kendaraan umum.

4. Kami menolak dengan keras balik nama STNK kendaraan kami ke perusahaan PT ataupun Koperasi sesuai yang diatur oleh Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2016.

5. Kami menolak dengan keras kebijakan yang mengharuskan kami memiliki lima kendaraan dengan dibuktikan dengan STNK atas nama perusahaan.

6. Kami menolak dengan keras kewajiban untuk memiliki tempat penyimpanan kendaraan (pool).

7. Kami menolak dengan keras kewajiban kami untuk menyediakan pemeliharaan kendaraan (bengkel) yang dibuktikan dengan kepemilikan atau kerja sama dengan pihak lain.

8. Kami meminta dan memohon dengan ketulusan hati Bapak Presiden, yang dipimpin oleh Bapak Joko Widodo untuk dapat memenuhi permintaan kami ini, dikarenakan kami hanyalah rakyat kecil yang ingin mencari nafkah secara halal dan sesuai janji Bapak Presiden pada saat kampanye yang berjanji akan berpihak kepada rakyat kecil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement