REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu dinasti politik dalam perhelatan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten 2017 dinilai sudah tidak relevan lagi. Pasalnya, bakal calon kandidat gubernur masih bagian dari rezim lama, termasuk pejawat saat ini yaitu Rano Karno.
Direktur Lembaga Survei Konsep Indonesia, Veri M Arifuzzaman menyatakan isu dinasti kini sudah tak menarik lagi. Apalagi, setelah Mahkamah (MK) mencabut larangan pencalonan bagi keluarga sedarah di daerah yang sama.
"Isu dinasti enggak laku, apalagi MK sudah menghapus larangan mencalonkan bagi keluarga sedarah di daerah yang sama. Pilkada serentak 2015 lalu terbukti keluarga besar Ratu Atut tetap menang di tiga daerah yaitu Kabupaten Serang, Kota Tangsel dan Kabupaten Pandeglang," ujar dia, Senin (5/9).
Veri menuturkan, jika isu dinasti politik tersebut tujuannya untuk membangun diferensiasi antara pejawat Rano Karno melawan penantangnya, WH-Andika, maka isu tersebut sudah tidak relevan lagi. "Rano itu kan wakilnya Ratu Atut kemarin, jadi jelas dia itu bagian dari dinasti politiknya," ucap Veri.
Sementara itu, kuasa hukum Tubagus Chaeri Wardana, Tb Sukatma mengatakan bahwa saat ini sudah ada kelompok yang memunculkan isu dinasti politik menjelang Pilgub Banten. Salah satunya, seperti dalam sebuah acara bedah buku 'Dinasti Banten' beberapa waktu lalu.
Bedah buku tersebut sangat kental muatan politik, karena dilakukan menjelang Pilkada Provinsi Banten 2017. Ia menegaskan, buku ‘Dinasti Banten’ yang ditulis aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan dkk itu didiskusikan dan dibicarakan hanya untuk memunculkan isu dinasti politik.
“Ini arahnya pilkada. Walaupun tidak ada opini, tetapi ini sama saja mengarahkan bahwa jangan pilih keluarga Ibu Atut. Jadi kalau mau bicara lawan korupsi, saya juga harus melawan itu, tapi tidak dalam muatan politis," kata Sukatma.