REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekspor pupuk nasional saat ini masih terkendala dengan harga pupuk di pasar dunia yang tengah menurun. Padahal harga pupuk di dalam negeri saat ini cukup tinggi dibandingkan negara pengekspor lain. Hal ini karena tingginya harga untuk memproduksi pupuk.
Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia Koeshartono mengatakan, harga pupuk pada Semester I 2016 memang cukup baik di kisaran angka 200 dolar AS per ton. Dengan harga pupuk sekitar 200-250 dolar per AS, maka pupuk dalam negeri masih mampu dijangkau sejumlah negara di Asia Tenggara dan Australia.
Sayangnya pada Semester II 2016 harga pupuk internasional mulai turun di angka 195 dolar AS per ton. Nilai ini membuat pupuk Indonesia menjadi sulit bersaing. Jika menurunkan harga ke kisaran tersebut justru bisa mengakibatkan kerugian.
"Di Semester II kita menahan dulu karena harganya masih murah," kata Koeshartono ditemui di kantor Kemenperin, Selasa (13/9).
Koeshartono menerangkan, hingga Agustus 2016 jumlah ekspor pupuk telah mencapai lebih dari 800 ribu ton. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian tahun 2015 pada periode yang sama.
Namun penurunan ekspor pada 2015 bukan karena jumlah peminat yang berkurang. Melainkan terdapat persoalan teknis yang membuat jalur ekspor di dalam negeri terhambat.
Sementara nilai ekspor 800 ribu ton pada 2016 ini disebut masih rendah dibandingkan dua hingga tiga tahun ke belakang. Sebab pada 2013 dan 2014 pencapaian ekspor pada bulan Agustus mampu mencapai 1 juta ton.
"Kita usahakan target ekspor tahun ini bisa tembus 1,5 juta ton," ujar Koeshartono.
Peluang tersebut, lanjut dia, memang masih ada karena meski harga pupuk secara internasional turun, tapi jalur distribusi pupuk dari Indonesia masih terjangkau. Indonesia yang pangsa pasar ekspor pupuk ke negara Australia dan Asia Tenggara terbantu oleh jarak penjualan yang masih dekat. Sehingga pupuk Indonesia masih masuk market negara-negara tersebut.