REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah warga di Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan mulai pindah ke Rusunawa Rawa Bebek di Cakung, Jakarta Timur. Kamis (15/9) kemarin, Warga RT 05 RW 12, tampak mulai mengangkut barang untuk dipindahkan. Beberapa rumah pun sudah mulai dibongkar sendiri oleh warga.
Sementara, warga yang tinggal di RT 06 RW 12 tetap kokoh untuk tidak direlokasi ke rusunawa yang disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut. Pasalnya, rusunawa tersebut terlalu jauh sehingga warga takut kehilangan pekerjaan yang sudah dijalani mereka selama puluhan tahun.
Selain tidak ingin direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek, kini warga RT 06 tetap ingin tinggal di Kampung Susun Manusiawi Bukit Duri yang pembangunannya direncanakan tidak jauh dari tempat tinggal mereka saat ini.
“Rusun itu kan tempat tinggal, tapi bagaimana pekerjaan mereka?. Jadi, kami sangat mendukung Rusunawa itu (Rawa Bebek), tapi bagaimana pekerjaan mereka jika dipindah ke tempat jauh itu?,” ujar Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi kepada Republika.co.id, Jumat (16/9).
Kampung Susun yang diinginkan warga tersebut merupakan wahana lingkungan hidup yang tumbuh secara bertahap seiring proses bermukim yang bergerak atas pengelolaan bersama. Kampung ini diharapkan dapat menjadi ruang tengah, di mana kreatifitas dan perbedaan bertemu dengan ruang kota dan ruang diskusi antara warga kota.
“Itu nanti akan dibangun secara partisipatif, bahkan yang kami usulkan di sini hanya 50 persen dari pemerintah, 30 persen dari swadaya, 20 persen dari investor,” ucap dia.
Dari generasi ke generasi, warga kampung Bukit Duri telah membangun sistem sosial, budaya, yang tak lepas dari aktivitas ekonomi lokal. Pembangunan kampung susun itu pun, kata Sandy, telah melalui proses perencanaan patisipatif dari warga dengan didampingi astitek, perencana kota, dan fasilitator pendamping warga.
“Konsepnya dibantu dengan arsitek-arsitek kampung, mengharukan sekali ketika mereka membuat peta setiap RT kampung susun itu lewat korek api kayu mas,” kata Sandy sebagai pendamping warga.
Sandy memaparkan, bangunan kampung tersebut nantinya terdiri dari lima lantai. Lantai pertama akan digunakan untuk kegiatan perekonomian. Lantai selanjutnya, kata dia, akan digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial dan tempat hunian warga.
“Jadi kampung susun itu betul-betul kampung, kita mengadopsi, kebijakan kampung tradisional seperti Sumatra maupun Jawa yang bisa menjadi ruang hidup,” jelas Sandy.