REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Ilmuwan Italia, Sergio Canavero, mengatakan ia ingin menjadi ahli bedah saraf pertama yang melakukan transplantasi kepala manusia. Menurutnya, prosedur transplantasi mungkin bisa dilakukan pada 2017, setelah ada studi transplantasi kepala hewan yang menjanjikan.
Ia menuturkan, ada tiga makalah baru yang menunjukkan pemindahan kepala hewan ke badan baru dilakukan dengan menghubungkan kembali sumsum tulang belakang. Makalah tersebut disunting sendiri oleh Canavero dan diterbitkan dalam jurnal Surgical Neurology International.
Dilansir dari Independent, sejumlah kritikus mengatakan, ketiga studi tersebut tidak memiliki data yang luas dan detail. Serta jaminan bahwa transplantasi akan berhasil jika dilakukan kepada manusia.
Namun, tim dari Korea Selatan yang terlibat dalam percobaan mengaku memiliki hasil penelitian berharga untuk melakukan transplantasi kepala. Mereka memiliki larutan kimia yang jika disuntikkan ke sumsum tulang belakang, dapat mendorong neuron yang terputus untuk menempel kembali.
Dokter C-Yoon Kim yang memimpin tim Korea Selatan dari Universitas Konkuk, Seoul mengatakan, uji coba bahan kimia itu telah dilakukan kepada seekor anjing yang lumpuh akibat kerusakan parah pada tulang belakang. Saat itu, dia mengatakan, 90 persen sumsum tulang belakang anjing diperkirakan telah rusak.
Timnya lalu menyuntikkan larutan kimia polyethylene glycol atau PEG ke sumsum tulang belakang anjing. Dua hari kemudian anjing tersebut mampu menggerakkan kaki depannya.
Setelah dua minggu, anjing itu mampu menyeret kaki belakangnya oleh anggota tubuh bagian depan. Lalu tiga minggu kemudian anjing itu bisa berjalan.
Canavero percaya, dengan adanya PEG, ia bisa melakukan prosedur transplantasi kepala manusia pada akhir 2017. Sebuah rumah sakit di Vietnam menyatakan bersedia menjadi tuan rumah operasi.
Pakar etika medis, Arthur Caplan, dari Universitas New York mengatakan, ilmuwan masih harus mengkaji ulang masalah transplantasi tersebut. Menurutnya, menghubungkan sumsum tulang belakang dengan kepala bisa berisiko jika tubuh pasien menolak.