REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sidang kasus 'kopi sianida' ke -23, saksi ahli toksikologi dari Australia, Michael Davud Robertson menilai, berdasarkan barang bukti yang ada penyebab tewasnya Wayan Mirna Salihin terkesan dipaksakan. Pasalnya, kata dia, tidak ada bukti yang menunjukkan racun sianida masuk melalui mulut korban.
"Toksikologi tidak seharusnya menyebut penyebab kematian (karena sianida). Dan kasus ini tidak ada bukti masuknya sianida melalui mulut. Sedangkan jumlah yang didapat berasal dari hasil rekonstruksi dan saya tidak sepakati karena tidak bisa diterima," ujar dia dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (21/9).
Ia melanjutkan, karena tidak dilakukannya autopsi pada tubuh Mirna, maka penyebab lain dari tewasnya Mirna tersebut tidak bisa dihilangkan begitu saja. Artinya, tewasnya Mirna bisa saja disebabkan oleh hal lainnya.
"Kemudian tidak ada autopsi. Maka saya percaya penyebab lain dari kematiannya tidak dapat dikesampingkan," ucap alumnus Monash University tersebut.
Selain itu, tambah dia, kelemahan lainnya yang menunjukkan bahwa Mirna bukan tewas akibat racun sianida karena hasil laboratorium juga menyebut negatif sianida terhadap tiga barang bukti, yakni urine, hati, dan cairan lambung.
"Dari situ tidak ada bukti sianida masuk lewat mulut. Ketika melihat semua ke tubuh, lambung, jantung, urine tidak ada. Tapi (hanya) ditemukan sianida dalam jumlah kecil pada jaringan lambung. Maka tidak ada bukti masuknya sianida di lambung, bisa terjadi karena sebab lain," kata Michael.
Baca juga, Dokter: Tak Ada Kejanggalan pada Tubuh Mirna.