REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah mempermudah sejumlah aturan dalam pelaksanaan amnesti pajak. Relaksasi aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini dilakukan demi menggenjot penerimaan negara dari kebijakan yang sudah berjalan sejak Mei lalu tersebut.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo menjelaskan kemudahan atau relaksasi aturan turunan dari Undang-Undang Pengampunan Pajak dibuat melalui revisi PMK No. 118/PMK.8/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak dan PMK Nomor 127/2016 tentang tata cara pengalihan aset perusahaan cangkang atau perusahaan bertujuan khusus (Special Purpose Vehicle/SPV).
Sejumlah aturan yang dipermudah, lanjut Suryo, misalnya kemudahan bagi wajib pajak yang mau menyerahkan Surat Pernyataan Harta (SPH) tanpa mengumpulkan dokumen dalam bentuk soft copy. Langkah ini diambil lantaran banyak masukan dari wajib pajak yang mengeluhkan bahwa keharusan mengumpulkan dokumen baik dalam bentuk hard copy dan soft copy.
"Kami berpikir bahwa untuk fasilitasi WP yang mungkin tidak dapat melakukan akses komputer lah paling tidak, kami berikan relaksasi bahwa terhadap jumlah harta dan utang yang kurang 20 item nantinya kita lagi propose, kepadanya boleh tidak sampaikan dengan soft copy. Jadi hard copy kami terima. Kami coba perluas akses wajib pajak yang dapat memanfaatkan pelaksanaan program amnesti pajak," jelas Suryo dalam konferensi pers, Rabu (21/9).
Relaksasi lainnya adalah perpanjangan periode pelaporan atas harta yang dideklarasikan setelah amnesti pajak. Bila dalam aturan sebelumnya disebutkan bahwa wajib pajak harus melaporkan posisi harta atau investasi yang ia deklarasikan setap enam bulan, maka ke depan laporan kepada Ditjen Pajak dalam rentang satu tahun.
"Bisa terjadi juga paling lambat dalam penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan. Jadi pas sampaikan SPT tahunan PPh yang bersangkutan dapat sampai laporan tentang posisi harta atau investasi harta yang ia miliki," katanya.