REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia melalui BI 7-Day (Reverse) Repo Rate menjadi 5 persen diproyeksikan merembet pada penurunan tingkat imbal hasil atau yield Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 013.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menjelaskan, tren imbal hasil dalam kurun waktu terakhir memang menunjukkan kecenderungan turun. Dengan adanya penurunan suku bunga acuan BI, menambah pertimbangan pemerintah untuk menurunkan yield ORI yang akan diterbitkan akhir bulan ini, hingga di bawah 6,9 persen.
"Itu akan berpengaruh ke kupon ORI. ORI kan merujuknya ke secondary market. Saya akan melihat pasar SBN di pasar sekunder itu kalau policy rate mempengaruhi imbal hasil di pasar SBN. Maka data baru akan dipakai untuk merata-ratakan imbal hasil. Not necessarily langsung saya pakai tapi bagaimana data baru itu sudah mempengaruhi pasar sekunder," kata Robert di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (22/9).
Proyeksi penurunan tingkat imbal hasil ORI ini diperkuat dengan keputusan Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) yang menahan tingkat suku bunga perbankannya. Robert mengungkapkan, kondisi ini membuat investor semakin ragu untuk bertransaksi. Kondisi ini berujung pada bertambahnya likuiditas dan melonjaknya permintaan atas obligasi. Artinya, ketika permintaan SBN meningkat maka harga surat utang akan naik dan berujung pada penurunan tingkat imbal hasil.
"Orang banyak kelebihan uang maka kalau ada instrumen banyak yang mau. Sekarang kan (SBN 20 tahun) sudah di bawah tujuh persen. Bisa saja (yield akan turun di bawah 6,9 persen) tapi itu kan mekanisme pasar. Tidak serta merta. Tapi (kupon ORI) saya harapkan turun di bawah 6,9 persen," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan penurunan suku bunga acuan diharapkan bisa ditransmisikan ke penurunan suku bunga perbankan. Artinya, ada peluang besar pertumbuhan investasi yang ujungnya adalah pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, Suahasil menilai imbas langsung penurunan suku bunga acuan terhadap pertumbuhan ekonomi memang tidak bisa instan. Ia menyebut bahwa dampak dari kebijakan penurunan suku bunga memiliki bersifat jangka panjang yang hasilnya baru bisa dirasakan beberapa kuartal setelah penurunan.
"Biasanya perlu waktu. Kalau menurut teman-teman BI, dia mungkin ada beebrapa kuartal. Jadi penurunan yang Januari harusnya sudah mulai kita lihat sekarang. Yang jelas ini sejalan dengan target pemerintah untuk dorong pertumbuhan ekonomi," kata Suahasil.
Sebelumnya pada 19 Agustus yang lalu, Bank Indonesia (BI) mereformulasi suku bunga kebijakannya menjadi BI 7 Day Repo Rate. Keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilaksanakan Rabu dan Kamis ini akan menentukan perubahan tingkat suku bunga kebijakan yang dinilai mencerminkan pasar uang jangka pendek tersebut. Suku bunga kebijakan ini dinilai akan mempercepat transmisi kebijakan moneter ke perbankan.