REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lembaga Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) Lukmanul Hakim mengungkap, saat ini tidak ada hukum yang bisa memberi sanksi kepada restoran yang tidak bersertifikat halal. Aturan tegas soal itu baru diberlakukan pada 2019 atau peraturan pelaksana UU Jaminan Produk Halal (JPH) sudah berjalan.
"Sanksinya masih belum ada karena tunggu Peraturan Pemerintahnya untuk implementasi, jadi karena sifatnya tidak wajib ya tidak ada sanksi secara hukum positif. Sanksinya sosial dari masyarakatnya saja mau membeli produk atau tidak," katanya kepada republika.co.id, Rabu (28/9).
Karena itu, lanjutnya, perlu ada itikad baik pengelola restoran untuk melakukan sertifikasi halal. "Industri kecil menengah paling mahal lima juta. Kalau industri besar 5-10 juta. Itu semuanya untuk dua tahun, perpajangan biaya sama cuma proses lebih cepat karena mereka sudah paham," ucapnya.
"Yang paling kita arahkan dari Pergub DKI nomor 183 tahun 2013 tentang tata cara sertifikasi halal yaitu publikasi secara terbuka dari restoran, itu yang belum dilakukan. Saya imbau jangan tunggu ada PP yang ada sanksinya, sebaiknya proaktif mendaftar sertifikasi," ujarnya.
Diketahui, berdasarkan data Halal Watch setidaknya baru ada 36 unit restoran bersertifikat halal di Jakarta. Padahal jumlah restoran yang didata mencapai 1980 unit.