REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki dilaporkan telah menangguhkan jabatan sekitar 13 ribu petugas kepolisian di negara itu, Selasa (4/10). Selain itu, penahanan terhadap puluhan personel angkatan udara juga dilakukan, disertai dengan penutupan sebuah stasiun televisi.
Kepolisian mengatakan ada 12.801 petugas, termasuk diantaranya adalah mereka yang telah memiliki posisi kepala. Tindakan keras dari Pemerintah Turki semakin dilakukan dalam upaya memerangi orang-orang yang berada di balik kudeta gagal di negara itu pada Juli lalu. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menuding Fethullah Gulen, ulama yang menetap di Amerika Serikat (AS) berada di balik kudeta tersebut.
Penangguhan jabatan petugas kepolisian itu diumumkan beberapa jam setelah pemerintah Turki mengumumkan untuk kembali memperpanjang status keadaan darurat. Dengan demikian, status tersebut berlaku setidaknya hingga Januari 2017.
Perpanjangan status darurat membuat kemungkinan presiden kembali mengambil keputusan tanpa pengawasan dari Mahkamah Konstitusi, badan hukum tertinggi Turki. Mulai dari perombakan kabinet, hingga pemecatan dan penahanan orang-orang yang berada di dalam instansi negara.
Sejak kudeta 15 Juli lalu, Erdogan telah mengambil langkah-langkah untuk menyingkirkan banyak orang dari lembaga negara yang diduga terkait dengan Gulen. Hingga saat ini, setidaknya 100 ribu orang dari militer, pegawai negeri, polisi, peradilan, dan universitas telah dipecat atau ditangguhkan dari jabatan mereka. Selain itu 32 ribu telah ditangkap.