REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Setara Institute meminta Presiden Joko Widodo bersikap tegas dalam mengantisipasi penggunaan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dalam kontestasi Pilgub DKI Jakarta 2017.
"Presiden harus bicara dan menegaskan bahwa tidak ada tempat dalam republik ini soal SARA. Siapapun punya kesempatan sama di republik ini untuk menjadi kepala daerah," ujar Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos di Jakarta, Jumat (14/10).
Ia menekankan kasus dugaan penistaan Alquran surah Al Maidah Ayat 51 yang ditudingkan kepada calon gubernur DKI Jakarta pejawat Basuki Tjahaja Purnama masih dapat diperdebatkan. Bonar menyarankan hal itu dikaji dan dicermati betul.
Dia menilai seluruh pihak sebaiknya menahan diri untuk menyimpulkan pernyataan Ahok sebagai sebuah penistaan kitab suci. Bonar menilai, pernyataan Ketua Majelis Ulama Indonesia yang menyebut kasus Ahok merupakan penghinaan terhadap Alquran merupakan suatu sikap personal yang menunjukkan Ketua MUI tengah berpolitik.
"Pernyataan Ketua MUI aneh, karena MUI biasanya mengeluarkan fatwa melalui kajian-kajian dan dirumuskan bersama. Kalau ini, diduga hanya sikap Ketua MUI," jelasnya.
Bonar menilai semestinya MUI hanya memberikan teguran terhadap Ahok jika merasa pernyataan Ahok salah. Ketika Ketua MUI sudah berbicara di hadapan publik maka ada dugaan Ketua MUI berpolitik.
Sebelumnya, Ahok diduga melecehkan Alquran. Mantan Bupati Bangka Belitung itu dituding menyebut makna yang tertuang dalam surah Al Maidah 51 adalah bohong saat melakukan kunjungan kerja di Kepulauan Seribu.
Ahok secara personal telah meminta maaf atas pernyataannya itu.