Jumat 14 Oct 2016 10:41 WIB

Aturan Amnesti Pajak Direlaksasi, Dana Repatriasi Bisa Sentuh Rp 500 Triliun

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Petugas melayani wajib pajak untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak I, Jakarta Selatan.
Foto: Antara/ Yudhi Mahatma
Petugas melayani wajib pajak untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak I, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melakukan sejumlah relaksasi untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak yang belum sempat mengikuti amnesti pajak. Selepas periode pertama program ini misalnya, pemerintah menerbitkan beleid yang memudahkan pelaku usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) untuk mengikuti dengan pengisian formulir yang lebih mudah.

Tak hanya itu, pelaku UMKM juga diperbolehkan mengajukan Surat Pernyataan Harta (SPH) secara kolektif. Sejumlah kemudahan lainnya termasuk yang mengatur adanya Special Purpose Vehicle (SPV) atau perusahaan cangkang di luar negeri dengan tujuan tertentu, memberikan keyakinan wajib pajak untuk menarik kembali harta mereka di luar negeri.

Pemerintah juga terbuka dengan semua masukan dunia usaha untuk mempermudah keikutsertaan amnesti pajak terutama dana repatriasi. Pemerintah telah memfasilitasi repatriasi aset dari semula hanya bisa dialirkan ke sektor finansial, diperluas ke sektor riil.

Selain itu, bank gateway dan wajib pajak juga diberikan fleksibilitas dalam kewajiban melaporkan aktivitas investasinya menjadi satu tahun sekali dan bisa disatukan dalam pelaporan SPT tahunan.

Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah memiliki kans besar untuk menarik kembali dana repatriasi hingga Rp 500 triliun sepanjang program amnesti pajak. Ia menilai pada dasarnya wajib pajak tergolong ke dalam beberapa jenis.

Tipe pertama, menurut Yustinus, adalah wajib pajak yang masih menunggu revisi aturan SVP pada periode pertama lalu. Sedangkan tipe kedua adalah wajib pajak yang memiliki aset surat berharga setara kas dan belum jatuh tempo serta kelompok yang berharap dana repatriasi bisa dipakai perusahaannya sendiri tanpa harus menyetor modal misalnya WP yang sudah menggarap proyek mikro hidro.

“Dari target Rp 1.000 triliun, itu kalau dibagi dua masing-masing Rp 500 triliun dari luar dan dalam negeri lewat back to back loan, juga sejalan dengan estimasi BI moderatnya Rp 500 triliun itu ada harapan tercapai," ujar Yustinus.

"Indikasinya ada deklarasi aset  setara kas dan instrumen berharga yang mencapai Rp 700 triliun, ini Ditjen Pajak bisa melakukan pendekatan berbeda terhadap kelompok ini, perlakukan mereka selayaknya investor, manfaatkan PTSP di-package dengan fasilitas tax allowance  dan tax holiday sambil siapkan proyeknya. Karena ternyata persepsi investasi itu lebih ke kepastian politik, hukum dan makro ekonomi,” kata Yustinus menjelaskan.

Menurut data terbaru Ditjen Pajak, hingga kini dana repatriasi yang masuk baru mencapai Rp 143 triliun. Angka ini jauh di bawah target awal yang dipatok pemerintah sebesar Rp 1.000 triliun. Sementara penarikan dana dari luar negeri oleh wajib pajak besar baru mencapai Rp 31 triliun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement