REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum tahun 1000 SM, kerajaan Bani Israel di Palestina terbagi menjadi dua, yaitu Kerajaan Israel di utara yang diperintahkan oleh Esybaal dan Kerajaan Yehuda di selatan yang dipimpin Nabi Daud AS.
(Baca: Palestina, Dari Kanaan Hingga Tanah Dijanjikan)
Dikatakan oleh Karen Armstrong dalam Jerusalem: Satu Kota Tiga Iman, Esybaal adalah raja yang lemah, bahkan komandan terpentingnya membelot kepada Nabi Daud. Maka, setelah Esybaal dibunuh oleh orang misterius, Nabi Daud dinobatkan sebagai raja kerajaan bersatu, Israel dan Yehuda.
Menurut Ahmad Bahjat dalam Sejarah Nabi-nabi Allah, kehadiran Nabi Daud mengubah kekuatan politik dan militer Bani Israel. Sebelum masa Nabi Daud, Bani Israel lebih sering lari jika berhadapan dengan musuh. Namun, di bawah kepemimpinan Nabi Daud, keberadaan mereka lebih diperhitungkan oleh musuh-musuh Bani Israel.
(Baca Juga: Risalah Nabi Ibrahim di Tanah Palestina)
Alquran tidak mengisahkan peperangan yang diikuti oleh Nabi Daud dengan perinci. Alquran hanya menjelaskan, ''Dan Kami kuatkan kerajaannya,'' (QS Shad: 20). Bahjat menyatakan, di balik ayat ini terungkap bahwa ketika itu Nabi Daud memiliki pasukan yang kuat, kekuasaan yang besar, serta dukungan rakyat yang beriman kepada Allah SWT.
Ensiklopedi Islam mencatat Nabi Daud menduduki takhta kerajaan Israel selama 40 tahun. Selama masa itu, ia berhasil meraih kesuksesan besar. Ibu kota negaranya, Jerusalem, tidak lagi menjadi kota di negeri kecil, semacam Kanaan, tetapi menjadi ibu kota sebuah imperium yang sangat besar.
Ketika kerajaan Israel diperintahkan oleh Nabi Sulaiman pada tahun 970 SM, luas Jerusalem menjadi dua kali lipat. Nabi Sulaiman AS adalah salah seorang putra Nabi Daud. Sejak ayahnya memerintah, ia telah dipersiapkan menjadi putra mahkota dan dilatih untuk menangani berbagai persoalan pemerintahan. Nabi Daud AS memilih Nabi Sulaiman AS, karena merupakan anak yang paling cerdas.
Jerusalem menjadi sebuah kota kosmopolitan dan merupakan kota tempat berlangsungnya program pembangunan yang prestisius, di masa Nabi Sulaiman. Menurut Ensiklopedi Islam, kenyataan ini yang membuat Ratu Bilqis dan pasukannya menyerah kepada kekuasaan Nabi Sulaiman. Ratu Bilqis mengakui bahwa kerajaannya tidak ada artinya jika dibandingkan kerajaan Sulaiman.
Nabi Sulaiman meninggal dunia pada tahun 930 SM setelah memerintah selama 40 tahun. Sebelumnya, Sulaiman mengkhawatirkan kerajaan Israel akan terpecah menjadi dua. Kekhawatiran ini menjadi nyata tidak lama setelah ia wafat. Kerajaan Israel terbelah untuk kedua kalinya menjadi Kerajaan Israel di utara yang diperintah oleh Yeroboam, dan Kerajaan Yehuda di selatan yang diperintah oleh Rehabeam.
Inilah awal melemahkan kekuasaan Bani Israel di Palestina. Pada tahun 586 SM, tentara Babilonia mengepung Jerusalem selama 18 bulan, sampai tembok pertahanan kota itu berhasil diterobos. Raja dan keluarganya dibunuh, dan komandan Babilonia menghancurkan Kota Jerusalem, membakar Kuil Sulaiman, dan istana raja.
Armstrong mencatat, semua orang Israel diusir dari negeri itu. Yang tersisa hanya buruh, orang-orang desa, dan tukang bajak sawah. Mereka yang hidup di pengasingan selalu merindukan Kota Jerusalem. Para rabi (tokoh agama Israel) pun menciptakan mitos-mitos untuk mengidam-idamkan suatu kepulangan ke tempat mereka seharusnya tinggal.