REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Albania, negara republik di Semenanjung Balkan bagian tenggara benua Eropa ini, mencatatkan sejarah panjang dalam toleransi beragama. Tiga agama besar hidup dan berkembang dengan harmonis secara berdampingan di negara yang berbatasan dengan Montenegro di bagian utara, dengan Serbia (Kosovo) di bagian timur laut ini.
Islam adalah agama mayoritas di negara dengan populasi yang berjumlah 3,5 juta ini. Agama Albania Ortodoks dan Katolik Roma masing-masing menempati tempat kedua dan ketiga.
Mayoritas Muslim di Albania bermazhab Suni dan Bektashi, warisan dari pemerintahan Ottoman. Setelah runtuhnya rezim komunis di Albania, identitas nasional Albania dibangun sebagai negara beragama dan berdasarkan kebangsaan serta kesatuan.
Pada paruh abad ke-20, Albania sempat dikuasi oleh komunis di bawah Rezim Stalinis. Sehingga, negara tersebut pernah menjadi ateis. Ketika komunisme runtuh, badan amal Islam datang dari luar negeri, seperti Semenanjung Arab dan Afrika utara-timur. Mereka datang untuk membantu komunitas Muslim.
Enver Hoxha, pemimpin komunis garis keras yang memerintah Albania memberlakukan larangan agama. Dan pada 1976, Albania sebagai negara ateis pertama yang dideklarasikan di dunia.
Semua bentuk ibadah dilarang dan dikriminalisasi. Beberapa orang mempraktikkan agama mereka secara rahasia. Larangan agama dicabut pada 1990 ketika komunisme runtuh.
Menurut Amila Buturovic dalam European Islam pada 1990 gereja Katolik dan masjid di Shkoder menjadi bangunan keagamaan pertama yang dibuka kembali. Daerah yang dikenal dengan kantong komunitas Muslim pun mulai memperlihatkan kembali identitas keagamannya.