Selasa 01 Nov 2016 16:40 WIB

Pertumbuhan Industri Terdongkrak Daya Beli

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Industri tekstil
Foto: Rezza Estily/Antara
Industri tekstil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) selama kuartal III 2016 mengalami kenaikan 5,07 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Golongan industri ini juga mengalami kenaikan 0,89 persen dibandingkan kuartal II 2016.

Sedangkan industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) tumbuh 5,75 persen dibanding tahun lalu. Namun, golongan ini justru turun 2,06 persen dibanding kuartal sebelumnya pada tahun ini.

Deputi Statistik Produksi BPS Adi Lumaksono menjelaskan, menurunnya pertumbuhan produksi untuk industri terutama industri mikro dan kecil bukan berarti permintaan menurun yang berujungada penurunan daya beli masyarakat. Alasannya, permintaan produksi ditopang oleh daya beli yang juga terindikasi dari nilai inflasi.

Menurut Adi, rendahnya nilai inflasi hingga Oktober lalu menunjukkan bahwa saya beli masyarakat masih terjaga. Artinya penurunan produksi di sejumlah sektor industri lebih karena tekanan ekonomi global dan keseimbangan pasar.

"Ketika daya beli tinggi, permintaan banyak dan pasti akan naik lagi harga. Harga naik lagi, daya beli turun. Jadi ada keseimbangan di situ, antara harga, permintaan dan suplai," ujar Adi di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Selasa (1/11).

Ia juga menambahkan, hingga akhir tahun ini pertumbuhan produksi industri baik untuk golongan besar atau mikro akan terdorong oleh permintaan yang meningkat. Adi menjelaskan, nilai inflasi yang rendag ditambah dengan adanya ketetapan Upah Minimmum Provinsi (UMP) yang mengalami kenaikan, memberi ruang kenaikan konsumsi masyarakat.

Hanya saja, ketika permintaan naik, maka pasar harus merespon dengan menambah kapasitas produksi. Ia menilai, naikanya konsumsi yang tidak dibarengi dengan pemenuhan pasokan maka akan berujung pada kenaikan harga komoditas dan berujung naiknya inflasi.

"Makanya kita melihat ketresediaan ada atau tidak. Kalau hanya tergantung dari input luar negeri, dari dolar, maka ketika rupiah menguat maka industri meningkat. Namun kalau rupiah lemah, input luar negeri bikin harga mahal dan mendorong inflasi kita," katanya.

Secara rinci, BPS merilis pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang di kuartal ketiga didorong oleh  kenaikan produksi untuk industri farmasi, obat kimia, dan tradisional dengan nilai kenaikan 11,26 persen dan industri makanan juga naik sebesar 7,7 persen.

Sementara itu, industri kulit dan alas kaki juga mengalami kenaikan 7,28 persen. Sedangkan industri yang mengalami penurunan adalah industri karet dan plastik dengan penurunan 12,58 persen dan industri tekstil yang turun 8,96 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement