Rabu 09 Nov 2016 16:28 WIB

Warga Tolak Kampanye Ahok-Djarot Dituding Hasil Rekayasa

Pendukung Ahok-Djarot.
Foto: Republikafoto/Dadang Kurnia
Pendukung Ahok-Djarot.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi masyarakat sipil untuk Indonesia hebat (Almisbat) dan Relawan Penggerak Jakarta Baru (RPJB) mengungkapkan gangguan kampanye pasangan nomor dua Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat merupakan hasil rekayasa dan bukan spontanitas masyarakat.

"Indikasi rekayasa dalam gangguan beberapa kampanye Ahok-Djarot adalah sudah terpasang spanduk-spanduk provokasi, hasutan berbau SARA di lokasi kampanye sebelum kandidat datang. Pengganggu demo Ahok di Jagakarsa Senin 31 Oktober 2016 kemungkinan besar bukan warga setempat," kata Ketua RPJB Pitono Adhi didampingi Ketua Almisbat DKI Jakarta Ch Ambong dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (9/11).

(Baca: Pendukung Desak Bawaslu Soal Penolakan Kampanye Ahok-Djarot)

Menurut catatan Almisbat dan RPJB, selama kampanye Pilkada DKI mulai 28 Oktober 2016, sudah ada empat kali gangguan dan intimidasi terhadap kampanye yang dilakukan pasangan nomor urut dua ini. Gangguan dan intimidasi terjadi saat Ahok kampanye di Jagakarsa pada 31 Oktober 2016 dan di Rawabelong pada 2 November 2016.

Sementara gangguan dan intimidasi kampanye juga terjadi saat Djarot kampanye di Cilincing, Jakarta Utara pada 2 November 2016 dan di Kebayoran Lama pada 6 November 2016.

"Akibatnya, pasangan Ahok-Djarot sangat dirugikan. Mereka tidak dapat mensosialisasikan visi misi pencalonan kepada masyarakat Jakarta secara wajar. Sebaliknya, warga Jakarta pun tidak dapat menyampaikan permasalahan, aspirasi dan solusi menangani pembangunan Jakarta kepada pasangan calon nomor urut dua itu," kata Ch Ambong.

Bentuk gangguan tersebut tidak hanya berupa penghadangan, protes dan ujaran kebencian bernada SARA, bahkan ada yang cenderung sudah mengancam keselamatan kandidat, kata Ambong.

"Mengganggu kampanye kandidat merupakan pelanggaran UU no 10 tahun 2016 tentang Pemilu. Pasal 187 ayat 4 UU Pemilu mengatakan setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi atau mengganggu jalannya kampanye maka dipidana penjara enam bulan dan denda Rp6 juta," ungkap Ambong.

Oleh karena itu, Almisbat dan RPJB mendesak KPU dan Bawaslu DKI Jakarta untuk memberikan jaminan dan keamanan kepada semua kandidat agar dapat menjalankan kampanye sesuai perintah UU Pemilu.

Bawaslu DKI Jakarta harus melaporkan tiap gangguan kampanye kepada polisi agar aparat keamanan dapat menjalankan aturan dan hukum demi keamanan serta keadilan bersama.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement