REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru bicara tim sukses Ahok-Djarot, Sophia Latjuba, mengatakan penolakan yang dilakukan warga terhadap pasangan calon nomor urut dua ini harus disikapi dengan serius dan tegas. Karena, bisa saja aksi penolakan itu bukan 100 persen murni dari warga setempat.
Sophia memandang, dengan adanya penolakan tersebut, sekelompok orang dan oknum sedang melakukan perampasan hak. "Sekarang kan ada yang namanya hak berkampanye. Kalau ada penolakan, berarti hak itu sudah dirampas oleh sekelompok orang. Apalagi kalau penolakan itu dengan kekerasan," ujar Sophia saat dihubungi, Rabu (9/11) malam.
Penolakan tersebut, lanjut Sophia, juga merugikan warga yang sebenarnya tidak menolak. "Akhirnya, warga yang tidak menolak tidak diberi kesempatan untuk mendengarkan kampanye calon mereka. Berarti hak mereka pun dirampas," tuturnya.
Sophia pun meminta agar penyelenggara Pilkada harus lebih memiliki sikap dalam mengamankan aksi penolakan. Karena, bisa saja aksi penolakan berujung dengan tindakan anarkistis.
"Pasang pengamanan dan lainnya. Jangan hanya mengantisipasi kalau setelah ada kejadian. Karena, kalau tidak salah, sudah ada pemberitaan di media kalau banyak sekali penolakan yang bukan murni dari warga setempat, setelah warga diwawancara oleh media," jelasnya.
Sebelumnya, pejawat Basuki Tjahja Purnama (Ahok) pernah ditolak oleh warga Rawa Belong, Jakarta Barat, pada Rabu (2/11), saat akan melakukan kampanye di lokasi tersebut. Penolakan tersebut menyebabkan Ahok tidak jadi bersosialisasi dengan warga karena harus segera dievakuasi lantaran adanya serangan dari oknum tersebut.
Tak hanya Ahok, cawagub Djarot Syaiful Hidayat juga ditolak warga Kembangan, Jakarta Barat, pada Rabu (9/11). Namun, saat ditolak, Djarot justru menghampiri warga yang menolaknya dan lebih memilih melakukan dialog.