REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri asuransi diperkirakan akan semakin tumbuh meskipun kondisi perekonomian Indonesia tengah melemah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis penggunaan asuransi di Indonesia dapat meningkat dan mencapai 75 persen pada 2020.
Menurut, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad saat ini baru terdapat 11,8 persen orang Indonesia yang menggunakan asuransi. "Oleh sebab itu, edukasi dan sosialisasi tentang asuransi harus terus digencarkan agar target Indonesia 100 persen berasuransi bisa tercapai," kata Muliaman di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (11/11).
Ia menyampaikan, industri asuransi ini dapat meningkatkan nilai tambah sektor ekonomi kreatif yang dapat mencapai sekitar Rp 111,1 triliun. Dari sisi tenaga kerja, sektor industri juga mampu menyerap 11,8 juta tenaga kerja atau 10,7 persen dari angkatan kerja nasional.
"Saat ini, kontribusi industri kreatif masih 7 persen bagi pertumbuhan industri nasional. Sementara industri nasional berkontribusi sebesar 18-20 persen bagi pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Hendrisman Rahim juga optimistis terhadap pertumbuhan industri asuransi pada tahun mendatang. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor jasa keuangan dan asuransi mengalami pertumbuhan 8,83 persen (yoy) selama kuartal III 2016.
Selain itu, industri keuangan dan asuransi juga menduduki posisi kedua dalam Indeks Tendensi Bisnis (ITB) yakni sebesar 111,53. "Oleh karena itu, ke depan kami sangat optimistis, prospek sektor ini sangat baik karena asuransi adalah industri masa depan," kata Hendrisman.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun mengingatkan, agar perusahaan asuransi tidak hanya fokus untuk menjaring nasabahnya. Namun, sebaiknya perusahaan asuransi juga dapat mengajarkan nasabahnya untuk mengurangi terjadinya resiko.
"Asuransi yang baik bukan hanya mengajak orang berasuransi, tapi mengajak (mengajari) orang caranya mengurangi resiko," kata JK.