Selasa 04 Mar 2025 15:28 WIB

RDK Februari 2025: OJK Klaim Sektor Jasa Keuangan Tetap Stabil

Volatilitas pasar tetap tinggi seiring ketidakpastian kebijakan ekonomi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan laporan rutin Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulan Februari 2025. (ilustrasi)
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan laporan rutin Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulan Februari 2025. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan laporan rutin Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulan Februari 2025. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkapkan kondisi sektor jasa keuangan saat ini tetap stabil.

“Pada RDK yang dilakukan pada 26 Februari 2025, kami mencapai kesimpulan yang menilai stabilitas sektor jasa keuangan memang tetap dapat terjaga, sekalipun tantangan perekonomian global dan perkembangan domestik terjadi dinamika yang penting,” kata Mahendra dalam konferensi pers RDK Februari 2025 yang digelar secara daring, Selasa (4/3/2025).

Baca Juga

Mahendra menerangkan, pertumbuhan ekonomi global relatif stagnan, dengan infalsi di beberapa negara maju mulai menunjukkan tren penurunan. Volatilitas pasar tetap tinggi seiring ketidakpastian kebijakan ekonomi dan geopolitik yang terus berkembang. 

Di Amerika Serikat, pertumbuhan ekonomi dinilai solid, dengan aktivitas ekonomi didukung oleh konsumsi domestik. Inflasi berada di 3 persen pada Januari 2025 dan core CPI (indeks harga konsumen) naik ke 3,3 persen yang menunjukkan tekanan harga di luar energi dan pangan masih cukup tinggi. 

“Pasar tenaga kerja tetap kuat dan kebijakan moneter cenderung netral dengan Bank Sentral AS/ The Fed diperkirakan hanya akan memangkas Fed Fund Rate (FFR) satu kali hingga maksimal dua kali di 2025,” tuturnya. 

Adapun dari sisi geopolitik, upaya penyelesaian konflik di Ukraina belum menemukan titik terang, sekalipun telah dilakukan berbagai pertemuan di tingkat internasional. Bahkan pertemuan terakhir antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Ukraina Zelensky terlihat jelas tidak mencapai kesepakatan. 

“Selain itu rencana penerapan tarif baru AS terhadap negara mitra dagang utamanya nampaknya semakin pasti akan diterapkan, dan hal itu tentu akan meningkatkan ketidakpastian di perekonomian perdagangan global,” lanjut Mahendra. 

Sedangkan, di China, pertumbuhan ekonomi cenderung bertahan dengan CPI tercatat masih rendah sebesar 0,5 persen dan indeks harga produsen terus mengalami kontraksi. BMI masih di zona ekspansi namun turun menjadi 50,1, angka tersebut berada di bawah ekspektasi pasar. 

Sementara itu Bank Sentral China mempertahankan suku bunga acuan yang menunjukkan pendekatan hati-hati dalam pelonggaran kebijakan moneternya. China juga memperketat regulasi ekspor rare earth yang juga dapat berdampak pada perkembangan industri teknologi global. 

“Di sisi perekonomian nasional, inflasi cukup terkendali dengan menunjukkan inflasi Januari 0,76 persen dan inflasi inti 2,26 persen, yang menunjukkan permintaan domestik masih cukup baik. Namun perlu dicermati indikator permintaan domestik lainnya,” ujar Mahendra. 

Indiaktor permintaan domestik yang perlu dicermati itu antara lain berlanjutnya penurunan penjualan kendaraan, baik motor maupun mobil, penurunan penjualan semen, serta perlambatan pertumbuhan harga dan penurunan volume penjualan rumah. 

Di sisi suplai, BMI manufaktur Januari naik ke level 51,9 dari sebelumnya 51,2. Mahendra menyebut, kinerja eksternal tetap solid di tengah perlambatan ekonomi global, terlihat pada surplus neraca perdagangan yang terus berlangsung, dan pada Januari 2025 menunjukkan surplus 3,45 miliar dolar AS, atau tumbuh 71 persen (yoy). 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement