Selasa 15 Nov 2016 05:02 WIB

DPR Heran Napi Bebas Bersyarat Bisa Mengebom Gereja

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Damanhuri Zuhri
Bom Gereja (ilustrasi).
Foto: Antara/Amirulloh
Bom Gereja (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus peledakan bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, Ahad (13/11) merupakan dampak dari kelalaian aparat keamanan dalam memantau pergerakan mantan narapidana kasus terorisme.

Wakil Ketua Komisi I DPR-RI, Tubagus Hasanuddin, mengungkapkan, satu dari tiga pelaku pelempar bom molotov yang tertangkap diketahui bernama Joh alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia yang pernah dipenjara dalam kasus terorisme.

Joh sendiri, kata Tubagus Hasanuddin, pernah menjalani hukuman pidana sejak 2012 akibat terlibat kasus peledakan bom buku di Jakarta pada 2011. Ia pun divonis 3,5 tahun dan dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri, 28 juli 2014.

''Kalau bebas bersyarat, berarti dia wajib lapor. Tentunya, napi yang bebas bersyarat kan wajib dipantau oleh polisi. Apalagi kasusnya terorisme. Kok dia bisa pergi ke Kalimantan. Apalagi sampai bisa ngebom,'' kata Tubagus Hasanuddin dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (14/11).

Ironisnya, sambung Tubagus Hasanuddin, kasus pelemparan bom molotov itu merenggut nyawa seorang balita. Memang pelaku melempar bom molotov. Tapi, faktanya ada korban jiwa. ''Ini kan sebuah ironis,'' sesalnya.

Oleh karena itu, Tubagus Hasanuddin meminta Polri, BIN dan BNPT untuk meningkatkan pengawasan terhadap jaringan orang-orang yang sudah masuk dalam daftar pengawasan terorisme dan yang pernah berhubungan.

Selain itu, data intelijen dari semua elemen intelijen dikompilasikan secara komprehensif, agar menghasilkan kesimpulan intelejen yang akurat. ''Data akurat itulah dapat digunakan untuk melakukan pemberantasan teroris di lapangan. Tanpa data akurat kita akan kecolongan,'' ucap Politikus PDIP itu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement