REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi, mengaku tidak merasa heran apabila banyak kelompok yang meminta Nobel Perdamaian kepada Aung San Su Kyi ditarik kembali.
''Karena Aung San Su Kyi tidak mau mewujudkan perdamaian di negaranya sendiri,'' ungkap kiai Muhyiddin Junaidi kepada Republika.co.id, Senin (21/11).
Karenanya, Muhyiddin berharap ada yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk itu, sekaligus pencegahan agar masyarakat di Indonesia tidak terpancing. "Jangan sampai orang terprovokasi unutk melakukan pembalasan," ujar Muhyiddin mengingatkan.
Muhyiddin menilai, tragedi kemanusiaan yang menimpa Muslim Rohingya seakan dibiarkan terus terjadi. Maka itu, pemerintah Indonesia diminta ikut berperan aktif mewujudkan perdamaian, bukan sekadar memberi kecaman verbal.
Ia meminta pemerintah Indonesia bisa benar-benar melakukan peran aktif membantu menyelesaikan tragedi kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Ia berpendapat, pemerintah Indonesia sudah tidak bisa lagi cuma memberi tekanan atau kecaman bersifat verbal semata.
"Harus ada tekanan lebih kuat, Indonesia yang merupakan founding father ASEAN harus lekukan tekanan nyata," kata Muhyiddin.
Ia menerangkan, selama ini tekanan yang cuma berupa ucapan tampaknya kurang dihargai, dan harus bisa dilakukan lewat aspek lain yang lebih nyata seperti politik, ekonomi dan sosial serta budaya.
Namun, Muhyiddin melihat ada kendala yang menghadang seperti Protokol Asean yang sudah menekankan, kalau permasalahan dalam negeri tidak bisa dicampuri.