REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, mempertanyakan nobel perdamaian yang diterima Aung San Su Kyi pada 1991. Sebab, Su Kyi dinilai tidak mampu membendung aksi kekerasan yang dilakukan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya di Rakhine.
''Apalagi menggunakan standar HAM yang menyebabkan Aung San Su Kyi mendapat hadiah nobel. Jadi, legitimiasi dia sebagai penerima nobel tidak relevan lagi kalau gejala ini dibiarkan,'' kata Fahri, di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (22/11).
Fahri menilai, ada kecenderungan Su Kyi takut dengan kelompok militer. Ada ketegangan antara penguasa baru dengan militer karena masih dalam masa transisi. Kemenangan sipil di bawah Su kyi, menyebabkan tersingkirnya kelompok militer yang berkuasa begitu lama, sehingga politik di tingkat bawah naik ke atas.
Namun, lanjut dia, kalau kejadian seperti ini terus terjadi, semua pihak tidak bisa membiarkan setetes darah atau nyawa hilang, hanya karena toleran terhadap proses transisi di Myanmar. ''Jadi politik dalam negeri di Myanmar sendiri, abai dan tidak berani melakukan percakapan yang baik,'' ujar Fahri menjelaskan.