REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA – Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) membutuhkan panglima yang tidak saja memiliki fungsi koordinatif, namun juga kepemimpinan. Konsep ini diyakini akan lebih mengefektifkan pengelolaan DAS yang selama ini lebih bersifat parsial.
Dalam Rapat Koordinasi Pengelolaan DAS terpadu di Aula Bappeda Banjarnegara akhir pekan lalu, Prof Totok Gunawan dari Pusat Pelatihan Interpretasi Citra dan Survey Terpadu (Puspics) Fakultas Geografi UGM menyatakan, dengan adanya fungsi kepemimpinan, maka pemimpin pengelolaan DAS bisa berfungsi sebagai panglima bila ada stakeholder yang tidak taat dan bekerja di luar jalur.
"Dengan konsep seperti ini, kehadiran panglima tidak hanya sekadar menjalankan fungsi koordinasi. Namun bisa bertindak sebagai wasit yang bisa mengambil tindakan tegas sehingga pengelolaan DAS bisa lebih fokus mengatasi persoalan yang ada," katanya.
Dia menyebutkan, fungsi kepemimpinan ini sangat penting dilaksanakan, mengingat dalam masalah pengelolaan DAS banyak kepentingan yang bisa saling bertabrakan. Antara lain, antara fungsi ekologis dan ekonomi.
"Sejak dulu tidak mungkin mengelola ekologis tanpa adanya efek ekonomis di dalamnya. Petani yang memiliki lahan di area DAS tidak akan rela lahannya hanya ditanami tanaman yang tidak bernilai ekonomis," katanya.
Kepala Bina Pengelolaan Daerah Area Sungai (BPDAS) Serayu Opak Progo, Widiasmoro Sigit, menyatakan pengelolaan DAS tidak akan bisa dilaksanakan sendirian, namun harus diikuti banyak pihak dengan multidisiplin dan multipendekatan yang semuanya berjalan terpadu. "Namun konsep multipihak di lapangan selama ini belum dapat berjalan efektif karena sejumlah alasan," katanya.
Bahkan dia menyebutkan kegiatan pengelolaan DAS yang melibatkan berbagai pihak selama ini menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks dan belum terkoordinasi karena belum mempunyai landasan hukum yang kuat.
Kebutuhan akan adanya panglima dalam pengelolaan DAS terpadu juga ditegaskan Firman dari Forum DAS Banjarnegara. Sebagai otokritik terhadap kinerja Forum DAS, dia mengingatkan bahwa program pengelolaan DAS sebenarnya sudah dilaksanakan oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. "Namun masing-masing pihak terkesan masih berjalan sesuai kepentingan masing-masing, belum terkoordinasi dalam tindakan bersama," katanya.
Dalam kesempatan itu, Kabid Kehutanan pada Dinhutbun Banjarnegara, Joko Cahyono, membenarkan program pengelolaan DAS harus disesuaikan dengan keinginan masyarakat. "Pengelolaan atau program konservasi wilayah DAS tidak mungkin bisa berjalan tanpa ada dukungan sesuai keinginan masyarakat," katanya.
Contohnya, dalam pengeloaan DAS Serayu bersama PT Indonesia Power. Dalam program konservasi tersebut, pihaknya mengembangan tanaman yang memiliki nilai ekonomi seperti kopi. "Hasilnya, pamor kopi yang saat ini makin meningkat menyebabkan petani berinisiatif sendiri mengembangkan tanaman kopi tanpa perlu diperintah lagi," jelasnya.