REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penduduk Maladewa, memiliki akar etnik dari India Selatan, Sinhalese, dan Arab. Sebelum mengenal Islam, warga menganut Budha. Ada banyak pendapat tentang siapakah pembawa Islam di Maladewa.
Menurut catatan petualang Muslim asal Maroko, Ibnu Batuta, penyebar Islam di kawasan ini adalah Abu al-Barakat yang berlayar dari Maroko menuju Maladewa.
(Baca: Islam Mengakar di Maladewa)
Pendapat lainnya menyebutkan, masuknya Islam ke Maladewa setelah dakwah menakjubkan yang disampaikan oleh Maulana Syekh Yusuf Syamsuddin. Sayangnya, belakangan ini muncul riak-riak yang sedikit mengusik toleransi di Maladewa. Pada Hari Hak Asasi Manusia, 10 Desember 2011, pengunjuk rasa yang dipimpin oleh Ismail Rasheed Khilath melakukan aksi yang bertajuk 'Silent Solidarity'.
(Baca Juga: Cara Maladewa Lindungi Umat Islam dari Paham Radikal)
Mereka berkumpul di Pantai untuk memprotes intoleransi agama di Maladewa. Para pengunjuk rasa diserang dan diancam. Pada 12 Februari 2012, Museum Nasional diserbu oleh segelintir pria yang kemudian menghancurkan patung-patung Buddha yang tak ternilai dari era pra-Islam yang berusia lebih dari delapan abad.
Penghancuran ini menghapus semua bukti masa lalu Buddha di Maladewa. Pusat Hak Sipil dan Politik, yang berbasis di Jenewa, Swiss dan Komite Hak Asasi Manusia bekerja membangun pedoman baru dengan pemerintah Maladewa tentang hak asasi manusia.