REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON -– Lebih dari dua ribu peserta memadati Masjid Raya Boston di Roxbury, Massachusetts, Amerika Serikat (AS) untuk menghadiri dialog publik. Di antaranya, ada senator AS Elizabeth Warren dan Walikota Boston Marty Walsh.
Acara ini bertujuan menjalin solidaritas untuk mendukung AS yang majemuk. Organisasi Lintas Agama Boston menjadi sponsornya. Itu sebagai respons atas situasi AS pasca-kemenangan Donald Trump di ajang Pilpres 2016.
Trump tidak jarang memakai retorika anti-Islam ketika berkampanye silam. Dia bahkan sempat berjanji melarang orang Islam memasuki wilayah AS kalau ia berhasil menjadi presiden. Seperti dilaporkan stasiun radio setempat, WBUR, Senin (12/12), para peserta terdiri atas komunitas Kristen, Islam, dan Yahudi.
Salah seorang peserta, Tahirah Dean (24 tahun), mengaku gembira dengan inisiatif acara ini. Dia menilai, Boston adalah kota yang ramah terhadap orang Islam. “Saya mengajak banyak kawan saya yang non-Muslim ke sini. Sebab, mereka mau mengubah keadaan,” kata Dean, seperti dikutip WBUR, Senin (12/12).
Dalam sebuah sesi, Walikota Boston Marty Walsh menunjukkan komitmennya. Dia menilai, politikus lokal dan khususnya pusat seharusnya menjalin komunikasi yang baik dengan beragam komunitas. Senator Warren sepakat akan hal itu.
“Kalau saja setiap presiden terpilih Amerika mau mengunjungi masjid—sejak kemenangan di Pilpres hingga pelantikan pada Januari nanti—maka kita bisa berdialog mengenai keberagaman lebih baik lagi untuk negara ini,” kata Walsh.
Walsh mengaku tersentuh dengan sejumlah kisah yang diungkap para peserta Muslim. Misalnya, Asma Ali, gadis yang sehari-hari mengenakan hijab. Kemenangan Donald Trump membuatnya merasa Islamofobia kian vulgar.
“Waktu itu, saya sedang dalam perjalanan ke Route 1. Tiba-tiba ada tiga orang yang berteriak-teriak dan menyuruh saya melepas jilbab. Seseorang di truk meneriaki saya dan menyuruh saya hengkang dari negara ini. Padahal sudah lebih dari 34 tahun saya menetap di sini,” papar Asma Ali.