REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) meminta dukungan Presiden RI Joko Widodo terkait penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyederhanaan Nominal Rupiah atau Redenominasi. Sebelumnya DPR-RI memutuskan untuk tidak memasukkan RUU Redenominasi ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas pada 2017.
"Kami juga usulkan kepada Presiden, mohon mendukung proses penyelesaian RUU redominasi rupiah. Dengan RUU itu akan dilakukan penyederhanaan jumlah digit pada uang rupiah," ujar Gubernur Bank BI Agus DW Martowardojo, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (19/12).
Agus menilai, jika RUU tersebut disahkan maka secara resmi redenominasi rupiah akan berlaku. Adanya redenominasi akan membuat mata uang rupiah lebih sederhana dan efisien dari sisi digitnya. Meski jumlah digit dalam rupiah akan berkurang, namun redenominasi ini akan menyesuaikan harga barang dan jasa.
"Sehingga, redenominasi tidak akan mengurangi daya beli masyarakat," tegas Agus.
Menurut Agus, untuk menjalankan pelaksanaan redenominasi ini, dibutuhkan waktu paling tidak 7 tahun setelah RUU Redenominasi tersebut disahkan. Oleh sebab itu, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan pemerintah terkait dengan penerapan Redenominasi tersebut.
"Kalau itu (RUU) disetujui akhir tahun 2017, nanti perlu 2 tahun untuk mempersiapkan uangnya dan kemudian ada masa transisi minimal 7 tahun. Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk UU redenominasi ini, tentu juga dukunga dari Presiden," jelasnya.
Sementara itu Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menambahkan, dengan perkiraan lamanya masa transisi ini, alangkah baiknya jika RUU ini segera dibahas oleh DPR. Kondisi ekonomi yang saat ini stabil dinilai tepat untuk membahas redenominasi.
Apabila UU sudah dibentuk, maka bank sentral akan segera memulai pelaksanaannya. Seperti sosialisasi dengan menerbitkan uang yang tiga angka 0 dibentuk lebih kecil, sebelum kemudian dihilangkan. Misalnya uang pecahan Rp 100.000 (dengan tiga angka nol ditulis) kemudian perlahan saat masyarakat sudah terbiasa akan diterbitkan uang dengan nominal lebih sederhana, misal Rp 100.
Sementara dari segi perdagangan, akan disosialisasikan harga-harga misalnya dengan dua price tag, yakni dengan dan tanpa tiga angka nol di belakang. "Proses persiapan berharap bisa segera dilakukan. Dengan uang yang lebih sederhana, kita jadi lebih bermartabat, kalkulatur juga tidak kepanjangan. Sekarang kita tunggu UU nya dulu," kata Mirza.