REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan negaranya akan meninjau ulang hubungan dengan PBB. Langkah itu dilakukan setelah Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi yang menuntut diakhirinya pembangunan pemukiman Israel di wilayah Palestina.
"Saya menginstruksikan Kementerian Luar Negeri dalam waktu satu bulan bisa melakukan evaluasi ulang terkait semua kontak dengan PBB, termasuk pendanaan Israel untuk lembaga PBB dan adanya perwakilan PBB di Israel," katanya, dikutip BBC.
Resolusi disahkan setelah Amerika Serikat (AS) menolak memberikan hak veto. Washington selama ini diketahui selalu melindungi Israel dari resolusi PBB.
Netanyahu menegaskan, Israel tidak akan mematuhi resolusi yang didukung oleh 15 anggota Dewan Keamanan PBB itu. Sebaliknya, resolusi yang disahkan pada Jumat (23/12) tersebut, disambut baik oleh pemimpin Palestina.
Dia menggambarkan keputusan Dewan Keamanan PBB sebagai keputusan yang bias dan memalukan. Netanyahu menegaskan, keputusan itu akan segera dibatalkan, mesti akan memakan waktu.
Resolusi yang diajukan Mesir, sebelumnya telah ditarik kembali setelah Israel meminta Presiden AS terpilih, Donald Trump, untuk campur tangan. Namun resolusi itu diusulkan kembali oleh Malaysia, Selandia Baru, Senegal, dan Venezuela.
Resolusi tersebut menuntut agar Israel segera menghentikan semua kegiatan permukiman di wilayah Palestina, termasuk di Yerusalem Timur. Ia mengatakan semua pembangunan permukiman Yahudi di sana merupakan pelanggaran di bawah hukum internasional dan menjadi kendala utama untuk mencapai perdamaian yang adil, abadi dan komprehensif.
Baca juga, OKI Sambut Voting Bersejarah PBB Soal Permukiman Israel.
Israel juga telah memerintahkan Duta Besar mereka di Selandia Baru dan Senegal untuk pulang. Sedangkan, Israel tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Venezuela.
Utusan AS untuk PBB, Samantha Power, mengatakan resolusi itu mencerminkan fakta di lapangan. Fakta menunjukkan pembangunan pemukiman telah dipercepat. "Masalah pemukiman ini sudah jauh lebih buruk dan mengancam solusi dua-negara," katanya.
Menurut Power, Israel tidak bisa secara bersamaan melakukan pembangunan pemukiman dan juga melakukan solusi dua negara untuk mengakhiri konflik.
Sementara, Trump mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menolak resolusi. Ia mengatakan keputusan PBB akan berbeda setelah ia dilantik pada 20 Januari mendatang.